Sunday, 23 February 2014

Negara bernaman Bali..

Beberapa waktu lalu saya membeli set puzzle tentang anak-anak dari seluruh dunia. Menariknya saya tidak menemukan negara bernama Indonesia di dalamnya melainkan Bali. Sejak kapan Bali menjadi negara? Mungkin karena saking terkenalnya bali di dunia, banyak orang menyangka bali adalah suatu negara, bukan salah satu provinsi di Indonesia..

Hayoo, Ibu kota negara Bali apa?

Set of puzzle...
Ciao...

From my window, This Morning





  


Book Tour

Saya bilang pada kakak saya, "saya bisa tahan makan untuk beli buku."

Saya punya cita-cita punya pustaka di Banda Aceh, satu segmen untuk anak-anak. Buku-buku cerita anak-anak terbaik di dunia. Saya sedang mengumpulkan buku-bukunya.

Dua hari yang lalu saya mengadakan jalan-jalan dengan tema "book tour". Saya mengunjungi beberapa toko buku yang ada di Melbourne. Saya list semua toko buku ini dan dengan kemampuan mengingat jalan yang buruk, saya menulusuri jalan-jalan melbourne untuk menemukan toko-toko buku itu. Favorit saya tentu saja toko buku bekas karena harganya yang miring. Pojok favorit saya tentu saja buku bergambar anak-anak... Look what I got!

My Favorite
Buku cerita rusia, suka gambarnya...

Buku cerita tentang pengalaman bule berwisata ke Indonesia

Entah mengapa saya sangat senang mengumpulkan buku cerita anak-anak, mungkin karena saya suka menggambar dan buku cerita anak-anak kebanyakan isinya adalah gambar semua. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana saya bisa membawa pulang semua buku ini. Pasti nanti bagasinya akan overweight entahlah mudah-mudahan saja tidak...

Koleksi buku cerita anak yang lain
Terakhir saya dapat satu buku yang sangat istimewa, bukan buku anak-anak si, tapi buku foto tentang Indonesia zaman dahulu..
What a treasure...
Ciao....

Talking About Dream

Akhir-akhir ini saya banyak mendengar orang-orang membahas tentang "impian", "mimpi", atau "cita-cita" dalam bahasa kerennya adalah "dream". Hal ini membuat saya bertanya pada diri saya, apa sebenarnya arti si "dream" ini dan membuat melihat ke dalam diri saya sendiri apakah saya punya "dream"? Bagaimana kalau tidak.

Berbicara mimpi pasti ada rencana. Plan. Coba dengar para motivator-motivator handal, pastinya mereka akan bilang bahwa untuk mencapai mimpi-mimpi besar, Anda punya perencanaan yang matang sejak awal. Atau jika kita pernah mendengar kisah-kisah sukses para pemuda 'ambisius' mereka pasti bilang sejak dulu saya sudah menyusun rencana hidup saya, umur sekian lulus kuliah, umur sekian mulai usaha, umur sekian nikah, umur sekian buka cabang, umur sekian berhenti bekerja dan menikmati pendapatan sambil beramal. Atau dalam versi lain pemuda-pemuda sukses ini bercerita bahwa mereka punya daftar check list impian mereka, dan sekarang hampir setengahnya sudah tercapai.

Well, dahulu saya sangat sinis den hal-hal semacam ini. Saya mengira saya bagian dari para hippies yang membiarkan hidup berjalan apa adanya. Whatever will be..will be... Tapi semakin tua, ketakutan akan ketidakpastian itu terus mengetuk pintu setiap malam dan terus bertanya tanya apa yang kira-kira terjadi terjadi pada esok hari. Kalau dalam lagu Que Sera, alurnya terbalik si Ibu menjawab dulu, kemudian anaknya bertanya?

"Que Serra....Serra.. What ever will be..will be..." (Oh really?)

Will I be handsome?will I be rich?

Lagu ini menjadi sangat representatif apalagi setelah banyak iklan asuransi kesehatan dan anti rokok menggunakan lagu ini untuk mengilustrasikan kontradiksi isi lagu.Seperti iklan ini dan ini 
........

Beberapa waktu lalu saya bertanya pada diri saya sendiri benarkah saya tidak punya mimpi atau rencana masa depan? Apakah semua begitu abu-abu di depan sana? Benarkah? Lalu saya coba jujur pada diri saya. Ternyata saya punya beberapa, namun selama ini saya takut mengungkapkannya karena saya takut mimpi saya tidak seperti harapan semua orang. Mimpi saya adalah punya sekolah yang keren untuk anak-anak. Menjadi guru yang keren yang bisa mengajar apa saja, seni, alam, dan sebagainya. Secara jujur saya bilang mimpi saya bukan menjadi seorang arsitek lanskap.

Lalu permasalahnnya menjadi rumit ketika saya membicarakan hal ini dengan kakak. Ia bilang tidak ada yang salah dengan mimpi itu, dan saya juga tidak bisa egois menyalahkan harapan orang-orang untuk ketidakberanian saya membuat keputusan untuk mengejar mimpi dan mewujudkannya. Mungkin ia benar. Karena setelah itu saya tak punya senjata ampuh untuk mendebatnya. Ia bilang saya sekarang seharusnya yang harus direncanakan adalah hal-hal yang sederhana, dimana lokasi sekolah itu nantinya? bagaimana mendapatkan dananya? bagaimana kurikulumnya? Itulah yang seharusnya berada dalam check list pemuda sukses. Ha...

Apakah saya menjadi semangat setelah itu? mungkin.. walau saya harus akui menjadi penakut lebih mudah karena bisa membangun berbagai macam excuse menyalahkan orang lain karena ketikberanian mengambil keputusan. Atau jalan yang paling aman adalah menyerahkan semuanya pada Tuhan, karena adapula cerita orang sukses yang berkata " Endak tahu mengapa, saya seperti ditunjukkan oleh Tuhan jalan yang harus saya ambil" tapi memang term and condition applied on this case "harus menjadi manusia yang taat". Entahlah.....

Lisan VS Tulisan


Tiba-tiba saja saya ingin menulis tentang hal ini, setelah menonton film dokumenter tentang Seudati yang saya pinjam di perpustakaan kampus. Seudati adalah tarian tradisional Aceh yang ditarikan oleh penari laki-laki, degan kekhasan gerakan dan nyanyiannya. Saya tidak akan membahas gerakan dalam post ini tapi akan lebih fokus proses kreatif dalam penciptaan nyanyian atau narasi tarinya.

 Nyanyian seudati menjadi unik karena dalam suatu pertandingan Seudati (Seudati Tunang), para penyanyi (dua orang dan biasa dipanggil aneuk syahi) harus membangun narasi lagu secara spontan selayaknya perang pantun. Dalam sejarahnya dahulu pertandingan seudati bisa dilangsungkan semalam suntuk, dan sang penyanyi tak kehabisan ide untuk merangkai kata membalas pantun grup seudati lawan.

Sebelumnya saya tidak tahu bahwa asal mulanya seudati adalah seni yang sangat spontan karena pada masa sekarang, seudati jarang ditarikan dalam bentuk pertandingan. Kebanyakan hanya ditampilkan dalam bentuk pertunjukan dalam waktu yang terbatas dan mengikuti pola-pola yang telah ada. Jadi ketika mengetahui informasi ini, saya sangat kagum.

Hal yang menarik dari film dokumenter seudati yang saya tonton adalah ketika sampai pada bagian permasalahan pengembangan tarian ini. Sebagian besar syech (pemimpin tari seudati) menyatakan mereka lebih kesulitan melatih dan menemukan para penyanyi (aneuk syahi) daripada para penari seudati sendiri. Selain itu, perkembangan nyanyian seudati sangat lambat, dan jarang tercipta suatu nyanyian baru yang original, biasanya iramanya disalin dari lagu-lagu yang telah ada, lagu arab, lagu india, dsb

Padahal peran para penyanyi dan nyanyian ini sangat vital dalam tarian. Dalam analisisnya,  pembuat film dokumenter ini, mencoba mencari akar permasalahannya. Ia mencoba membandingkan situasi masa lalu dan masa sekarang dan ia sampai pada kesimpulan bahwa sebenarnya pergeseran budaya lisan ke tulisan merupakan salah satu penyebabnya. Dahulu orang-orang tidak mengenal tulisan sehingga mereka menyimpan segala sesuatu di dalam kepalanya. Pada tarian seudati pun demikian. Para aneuk syahi mempunyai bank pantun, rangkaian kata, di dalam kepala mereka sehingga mereka dapat dengan spontan dan cepat menciptakan suatu yang baru atau merespon suatu nyanyian. Kembali ke masa sekarang, para penyanyi perlu menulis dahulu, agar tidak hilang dari kepala, sebelum menyanyikan suatu yang baru. Ada proses yang bertambah dalam budaya tulisan. Dan spontanitas perlahan menghilang.

Mendengar argumen ini, saya jadi tersadar dengan fenomena umum di zaman sekarang. Dengan segala akses buku dan teknologi yang super duper mudah, kita menjadi tergantung dengan sumber-sumber informasi ini. Bukannya menggunakan sepenuhnya kekuatan ingatan kita. Satu kisah yang dapat mengilustrasikan hal ini. Kakak kedua saya yang seorang dokter beberapa waktu lalu bercerita tentang pengalamannya di Malaysia ketika mengikuti suatu pelatihan. Ia dan beberapa temannya diminta oleh supervisor pelatihan untuk menggambarkan arah aliran darah di dalam tubuh. Bukankah hal itu hal yang sederhana dan dasar, namun ternyata mereka semua bingung. Mereka bukannya tidak tahu, mereka tahu semua konsep dasarnya, namun hingga harus menggambarkannya secara pasti menjadi hal yang lain. Hal ini terjadi karena umumnya kita sadar bahwa kita dapat selalu kembali mengakses informasi ini dengan mudah tanpa harus menyimpannya di dalam kepala. Informasi ini telah tertulis di sana, tinggal buka internet, dapatkan informasinya. Tak perlu repot-repot menghafal.

Saya rasa hal ini terjadi pada seluruh peradaban manusia sekarang. Kemudahan akses informasi telah memanjakan diri kita dalam menggunakan ingatan kita sebagai senjata utama pembelajaran. Saya jadi ingat sebuah petikan ilmuan terkenal di masa lalu " Selama ini kita hanya menggunakan 99 persen dari kemampuan otak kita, sebenarnya bila digunakan secara optimal manusia dapat menguasai beberapa buku tentang matematika."

Tak jauh jauh ternyata saya pun adalah bagian dari generasi yang terlena ini. Saya punya kebiasaan buruk merasa tenang setelah mendownload semua bahan kuliah yang belum tentu saya baca. Yang penting saya merasa yakin ia akan selalu ada di sana, saat saya membutuhkannya. Di sana, bukan di dalam kepala saya. Suatu pertanyaan menarik tentang hal ini adalah "Bagaimana bila semua perpustakaan di dunia terbakar, sistem data dunia kolaps, dan tak ada lagi sumber data yang bisa diakses?" Apakah segala tulisan dan pengetahuan yang telah dikembangkan sepanjang sejarah dunia masih bisa diselamatkan?

Sebenarnya pertanyaan ini adalah pertanyaan yang dilontarkan oleh seorang Dai Terkenal, Nouman Ali Khan ketika ia sedang membahas tentang keajaiban Al-Quran. Ia berkata bahwa ia yakin bahwa Al-Quran adalah salah satu teks yang selamat bila seluruh sistem data di dunia runtuh. Hal ini karena banyaknya orang yang belajar dan menghafal Al-Quran sepanjang sejarah dunia dimulai Sejak awal Nabi Muhammad menyampaikan pesan Al-Quran secara lisan. Walaupun secara logika akan menjadi sangat sulit untuk mempreservasi budaya lisan, namun dari perspektif lain hal ini justru membuat banyak sahabat rasul yang menghafal isi Al-Qur'an ketika ia disampaikan, dan dengan begitu isi Al-Qur'an akan terus terjaga keasliannya. Jika seseorang lupa atau keliru mengingatnya, maka yang lain dapat mengoreksi. Sesederhana bila dalam sholat, imam lupa bacaan, dan makmum mengingatkan, bahkan jika makmumnya adalah anak kecil sekalipun. Terlepas dari janji Tuhan, bahwa isi Al-Quran akan terus dijaga keasliannya sampai akhir zaman dan memang Tuhan menjanjikan kemudahan bagi siapa yang ingin belajar dan menghafalnya. Logika lengkapnya dapat dilihat di sini

Selama ini mungkin kita mengira bahwa peradaban tulisan telah membawa kita bergerak maju mengarungi peradaban, dan itu memang benar. Namun apabila dilihat dari sudut pandang yang lain hal ini telah menciptakan pergeseran besar tentang cara kita menggunakan kemampuan diri.

Ah daripada pusing-pusing memikirkan hal ini, lebih baik kita menari seudati... Toh sekarang blognya sudah selesai ditulis.....

Lighted Night on White Night

Kemarin jalanan kota Melbourne dipenuhi oleh warga dan para turis. Sejak pukul 7 malam sampai tujuh pagi diselenggarakan festival white night. Acara tahunan kota melbourne yang secara umum bertemakan permainan cahaya. Beberapa bagian kota dihiasi dengan bermacam-macam lampu, video mapping, dan proyeksi cahaya.

Check my photos!
Dari sore jalanan kota Melbourne sudah ramai....
panggung-panggung hiburan di sepanjang jalan kota
Suka dengan dekorasi acaranya, agaknya recycle dari festival-festival sebelumnya. kreatif!!
videomapping on the bridge facade
kalau ada event kota, semua pihak dilibatkan, ada mobil untuk mengisi air
Alex and engineer..

suka bagian ini karena orang-orang juga menjadi bagian dari layar proyeksi
dino in the library
the best attraction syncro dengan light attraction...
choir in the town hall
flinders station 'lighted up'

flinders st...
My own light here...

Friday, 21 February 2014

Second Blog (Pujodroe)




Akhirnya saya punya blog baru yang memuat semua semua art project saya. Mulai dari gambar, buku cerita anak, buku puisi, ilustrasi, sampai proyek desain grafis. Ide ini muncul setelah bertualang di dunia maya dan menemukan blog-blog milik seniman dunia yang keren-keren. Awalnya saya takut untuk membuat blog ini. Sebuah kenangan buruk, pernah diplagiat waktu SMA dulu, menjadi pematah ide saya untuk mewujudkan impian 'art blog' ini. Bagaimana kalau nanti ada orang-orang yang mencuri gambar saya, mencuri ide saya, mencontek, atau menjualnya kembali?  Tapi agaknya semua paranoia ini perlahan menyurut dengan bertambahnya usia. Agaknya lebih baik bila berfokus pada proses mengekspresikan dirinya. Dan saya pikir, ketika saya takut dicontek, ditiru, dicurangi, artinya produktivitas saya sebagai seniman belum dalam level yang tinggi, masih sangat terbatas dan sempit. Artinya saya sibuk mengurusi apa yang telah saya punya, bukan berfokus pada ratusan ide apa lagi yang akan saya wujudkan. Toh dalam proses berkreasi ide bisa datang dari melihat hasil karya orang lain. Ketika saya memproteksi hasil karya saya, artinya saya tidak fair karena saya mencuri ide orang dan tidak membiarkan orang lain mencuri ide saya. Bukankah berbagi selalu menyenangkan? Biarlah kualitas yang berbicara.

Lagipula, ada sebuah pepatah mengatakan bahwa perbedaan anak mudah dan orang tua adalah anak muda selalu berbicara tentang masa depan dan orang tua selalu berbicara tentang masa lalu. Artinya kalau ingin menjadi orang muda tetaplah berpikir tentang apa yang bisa dikerjakan selanjutnya, dan bila tak ingin menjadi tua dalam usia muda berhenti terlalu merepotkan hal-hal kecil yang berada di masa yang telah lewat. Namun perlu digarisbawahi juga, bukan berarti acuh adalah pilihan yang paling tepat untuk masalah proteksi karya ini. Sekedar menuliskan nama atau membubuhkan stempel identitas di atas karya yang diterbitkan mungkin bisa menjadi usaha yang sederhana dan efektif (walaupun saya juga jarang melakukannya). Tapi kembali lagi ke perspektif awal, apabila berbicara tentang seniman yang original pastilah akan enggan dan malu untuk mencontek. Begitu banyak ide-ide berterbangan di luar sana. Mengapa harus mempermalukan dan merendahkan harga diri dengan mengakui hasil karya orang lain.

Dalam blog baru ini awalnya saya hanya ingin mengunggah karya-karya saja. Namun setelah berdiskusi dengan kakak saya, kami sepakat jika yang dilakukan hanya demikan, blog terasa amat hambar. Oleh karena itu saya menambahkan cerita dan konsep di balik suatu karya. Penceritaan tentang proses pembuatan dan filosofi dasar dari sebuah karya ini sebenarnya juga merupakan suatu usaha untuk menjadi lebih rendah hati, tak hanya pamer, namun juga berbagi ilmu dan ide tentang sebuah karya. Dan saya kira ini juga penting untuk diri saya. Tulisan ini menjadi rekam yang dapat merefleksi setiap proses kreatif yang pernah dilalui. Menjadi ide di masa yang akan datang sekaligus sebuah media untuk lebih mengerti diri.

Art blog ini sebenarnya adalah bentuk lain dokumentasi hasil karya.Sebelumnya usaha dokumentasi ini saya lakukan dengan membukukan semua hasil karya yang memang sebagian dimaksudkan untuk menjadi buku, seperti buku cerita anak. Saya ingin menghasilkan 1000 buku sepanjang hidup saya. Mungkin sekarang terdengar sangat tidak masuk akal, namun apa yang tidak mungkin dalam hidup. Sekarang saja saya sudah punya menghasilkan 30 buku. Jadi 970 bukan hal yang mustahil (optimis). Dan saya punya daftar panjang ide-ide buku yang belum terealisasi. Suatu saat akan. Jadi mungkin saja usia berapa nanti semua orang bisa melihat proses pembuatan 1000 buku di art blog saya..

Ide dari kebanyakan art project yang saya post di art blog baru saya adalah dokumentasi dari proses dan karya kreatif. Sebenarnya jika ditelusuri ke belakang ini adalah hasil positif dari sebuah trauma kejadian Tsunami tahun 2004 yang saya alami. Saya kehilangan semua foto-foto masa kecil saya ketika itu. Tak satu pun album foto terselamatkan. Padahal foto adalah dokumentasi penting untuk belajar dari kenangan. Berkaca dari pengalaman tidak menyenangkan kehilang tiket masuk ke memori masa lalu (a.k.a. foto), saya menjadi giat untuk mendokumentasikan hal-hal di masa lalu dalam bentuk seni. Bukan berarti saya memilih menjadi tua dengan mengenang-ngenang masa lalu. Tapi saya belajar dari masa lalu untuk belajar menjadi terus muda dengan menggandakan ide-ide untuk masa depan. Complicated.

Terakhir, saya mengundang semuanya untuk berkunjung ke blog baru saya di sini . Semoga bermanfaat...

Wednesday, 12 February 2014

Wabi Sabi (Imperfection)

Wabi Sabi adalah suatu konsep dari jepang yang menekankan keindaan pada suatu yang tidak sempurna...
Konsep ini pertama kali saya tahu ketika menonton sebuah acara di NHK tentang pembuatan keramik dan gerabah. Keramik buatan sang artis memang tidak bulat sempurna, dan ada beberapa "cacat"nya. Namun kalau diperhatikan lebih dalam ada keindahan dalam ketidak sempurnaan itu.. Karya tangan buatan manusia yang tidak sempurna..

Wabi Sabi, entah mengapa masuk ke pikiran saya setelah sebuah kejadian yang menyedihkan. Buku yang baru saya beli dan saya sukai ketumpahan air di dalam tas, alhasil banyak sampulnya terkelupas sedikit dan kertasnya bergelombang. Padahal itu benar-benar baru, bahkan belum dibaca. Seharian saya jadi bad mood karenanya, tidak ingin melihat buku buruk rupa itu lagi... Tapi setelah tidur siang yang menenangkan, tiba-tiba saya teringat dengan konsep Wabi Sabi ini..

Saya lalu mulai menjemur buku dan kemudian menyetrika untuk mengurangi gelombang pada buku... pada akhirnya buku selamat dan dapat dinikmati kembali walau tidak semulus awalnya. Ketidaksempurnaan itu adalah bukti dari aktivitas dan keberadaan manusia. Buku itu dibaca.. buku itu digunakan.. dan saya menjadi menghargai ketidaksempurnaan itu.

Menulis ini saya jadi ingat kuliah seorang dosen.. Pada suatu kelas ia menampilkan koleksi fotonya tentang elemen lanskap yang sudah tidak sempurna. Kursi batu yang sompel, baut yang hilang, warna path yang pudar, dsb. Lalu dia bilang itulah "trace of human". Bukti keberadaan manusia di sana, bukti benda-benda itu digunakan. Kontroversi memang, di satu sisi manusia ingin sempurna, di satu sisi lagi manusia tidak bisa menyangkal bahwa mereka tidak sempurna.

Kembali ke Wabi Sabi tadi, walau saya menerjemahkannya dalam arti yang sangat luas, saya kira konsep ini juga bagus digunakan untuk memaknai segala kekurangan kita. Bukan suatu bentuk pemakluman semata, tetapi suatu bentuk dari kerendahan hati dan kesyahduan dalam mengarungi segala ketidaksempurnaan. Seperti buku saya, hidup terkadang terkelupas dan bergelombang....

terkelupas....
kertasnya bergelombang

However, it is still a great book....
Ciao....

Monday, 10 February 2014

Sydney trip (fourth day)

My  last day in Sydney, I ask my friend to show me his campus.. Mac Quarie University... here it is..We make a joke that it little bit looks like a east german building.. Sorry.. but the library and surrounding greenery are nice. A great place for study. This greenery I coudn't find in Melbourne..


Then I came back to city to see Chinese garden.. I like it. It likes an oasis from the city surround..


It is very calm mood here... with the sound of water....



your wish here....

love the pattern of the path....
Framing scheme, chinese garden concept is very good in framing scheme. You need a foreground, object, and the background... It almost everywhere..


2 dragons represent china and NSW playing ball symbolizing the friendship of two community
Another example of framing, through the window, you always can see the object..



horse year....
Layering... This is also significant concept of chinese garden..
horse year.....

Then I met my other friend Deva. We had a late breakfast in pancake in the rock cafe (she said the famous one). And then I visited her campus University of Sydney. She show me a building that was used as setting in harry potter movies..
Not this one...
Here it is.....

Inside the building, I am not harry potter geek, so dont ask me which scene portrayed this building..

So that was my adventure in Sydney.. then I came back to melbourne..back to the routine... It was a good trip.. I hope I can visit another city next time

Ciao