Tuesday, 6 May 2014

The Scream

Menemukan gambar ini di lorong apartemen saya. Pembuatnya sangat jenius menurut saya...
Argh...

Thursday, 1 May 2014

Watching Buble: Kota Tempat Kita Tinggal

Semalam nonton Buble Concert di Rod Laver Arena. Buble adalah penyanyi idola saya waktu SMA, waktu itu saya tak ingin sama dengan teman-teman lain yang suka pop atau rock, jadi saya pilih Buble, penyanyi jazz, swing atau apalah namanya itu. Tapi seiring berjalannya waktu, lagu-lagu si Buble ini jadi kebanyakan popnya, sehingga saya pun akhirnya jadi biasa-biasa saja musik Buble. Walaupun demikian dari dulu saya memang bermimpi nonton konsernya. Ingin merasakan pengalaman nonton konser penyanyi yang pernah jadi idola saya ini. Waktu magang di NY dulu, kebetulan konser si Buble diselenggarakan di awal-awal waktu kedatangan saya sehingga saya masih belum percaya diri untuk menjelajah kota untuk mencari tempat konsernya. Jadi saya memutuskan untuk tidak menonton. Di sini, saya pikir, ini kesempatan kedua yang tak boleh disia-siakan jadi sayapun akhirnya memutuskan untuk menonton. Proses mendapatkan tiketnya pun lucu. Seperti biasa, saya sangat tidak suka membuat keputusan dari jauh-jauh hari, sedangkan biasanya tiket konser itu dijual jauh-jauh hari bahkan lebih dari tiga bulan sebelumnya. Karena menunda membeli, akhirnya saya kehabisan tiket ketika saya yakin akan menonton. Namun beruntungnya setelah cari-cari di gumtree (situs australia untuk jual beli) di dekat-dekat hari H, akhirnya saya dapat juga tiket dari orang yang batal nonton konser ini..

 
Penampilan si Buble bagus, menghibur, dan bisa dibilang spektakular, tapi yang lebih menarik bagi saya adalah penyelenggaraan konser itu sendiri. Siangnya sebelum menonton konser, dosen tamu di kelas teori kontemporer lanskap memberi kuliah tentang Urbanism di Asia. Dia membandingkan kota kelahirannya, Bangkok dan kota tempat tinggalnya sekarang, Melbourne tentang bagaimana kedua kota ini dijalankan. Menurutnya, Melbourne ini adalah kota 'livable city' yang dicitrakan dari top down. Seumpama tarian, kota ini dan orang-orangnya telah dikoreografikan dari awal. Pergerakan, program, atraksi, semua telah diatur dengan cermat, dan warganya dipersilakan untuk menjadi bagian di dalamnya untuk sama-sama menikmati 'livable city' ini. Sedangkan Bangkok adalah 'lived city' (kota dimana orang hidup), sangat organik. Dengan pendekatan bottom-up, sektor-sektor informal menjadi penyokong utama kehidupan. Masyarakatnya bergerilya secara kreatif mengusahakan Bangkok sebagai tempat tinggalnya sehingga kota ini menjadi sangat dinamik dan vibran. Si dosen memberi contoh seperti pedagang jajanan kaki lima Bangkok yang bisa memuat set restoran lengkap dengan 10 meja dan bangku serta dapur hanya dalam satu gerobak sorong.Saya pikir kota besar di Indonesia kurang lebih juga sama dengan pola Bangkok ini.


Kedua kota jelas berbeda satu adalah tarian balet yang punya gerakan indah terkoreografi sejak awal dan satu adalah tarian 'trance' yang sangat dinamik. Hal yang menarik adalah ketika pertanyaan muncul ke permukaan yang mana yang lebih baik? Sesuai kata teman saya, orang di sini tidak suka sesuatu yang netral, mereka suka kita berpihak dan dosen tamu yang seorang Asia itu, walau dengan bahasa yang sangat diplomatis bilang bahwa agaknya pola urbanism di Asia, dalam hal ini Bangkok lebih baik karena spirit enterpreunal yang dipunyai orang di kota-kota Asia akan membuat kota itu bertahan. Sekarang banyak di Eropa dan Amerika utara mulai mati, dan malah mulai melihat pola-pola perkembangan kota di Asia. Seperti sebuah tari bila tiba-tiba koreografernya mati, tarinya juga selesai. Entahlah.

Hubungannya dengan konser si Buble, adalah konser-konser, segala festival, atraksi, gaya hidup di Melbourne ini adalah bentuk dari koreografi itu sendiri. Semuanya telah sangat rapi diatur. Contoh konkretnya, awalnya saya takut desak-desakan masuk ke tempat konser seperti di Indonesia, tapi ternyata koreografi telah membuat gaya hidup Melbournian mengerti untuk mengantri dan mesin pembaca barcode dengan cepat mempersilakan masuk penonton satu persatu. Awalnya saya kira akan banyak bangku kosong karena pastinya banyak calo yang gagal menjual tiket atau lebih parah lagi ada perkelahian karena nomor bangku yang sama, tapi ternyata semua bangku terisi penuh satu-satu. Awalnya saya takut akan menunggu lama datangnya tram ketika pulang karena sudah larut, tapi ternyata ada seorang dari pihak tram siaga berkoordinasi memanggil tram kosong untuk mengangkut orang-orang kembali ke kota tepat setelah acara selesai. 

Kembali ke pertanyaan tadi, jadi pola urban yang mana yang lebih baik? kenyamanan di kota ini mungkin telah membuat saya berpikir dua kali untuk berpihak pada si dosen tamu, dan bilang mungkin koreografi tari Melbourne lebih baik. Tapi sebagai orang Asia yang tulen saya akan bilang, saya rasa kedua-duanya baik, atau setidaknya agar lebih baik, ambil yang baik-baiknya saja dari keduanya, dan buang yang tidak baik. Maka kita akan punya kota hybrid yang baik. What??he...he..



NB: Tapi satu hal yang saya agak kecewa dengan kota ini dan membuat saya membandingkannya kembali dengan kota saya. Ketika pulang konser pukul sebelas malam, perut saya keroncongan dan mencoba mencari penjual makanan, atau restoran yang masih buka di kota. Ternyata hasilnya nihil, yang buka hanya restoran cepat saji dan itu pun satu-satu. Kalau dibandingkan kota saya, saya tinggal jalan beberapa meter dan akan menemukan penjual makanan. Apapun ada. Nasi Goreng, Mie Goreng, Martabak, atau sekedar cemilan. God, I am missing home

And I’m surrounded by
A million people I
Still feel alone
And let me go home
Oh, I miss you, you know ...

Home, Michael Buble

Visit Dream Work Exhibition..





















Saturday, 19 April 2014

Saman Workshop

Beberapa hari lalu tim saman Indomelb ikut serta sebagai instruktur dalam acara saman workshop yang diadakan PPIA RMIT. Acara yang diberi nama project O ini bertujuan menggalang dana yang akan disumbangkan untuk kemajuan pendidikan di Indonesia. Ini beberapa photo workshopnyanya... dan kalau mau lihat beritanya bisa di sini




Wednesday, 26 March 2014

Meaningful Art

Disclaimer: Sudut pandang tulisan ini agaknya adalah sudut pandang awam, tapi mungkin lebih baik seperti itu karena orang awam lebih banyak di dunia ini...

Bahasan ini tiba-tiba muncul di kepala saya setelah begitu sering mondar-mandir ke museum.

" Look at this painting! you see the line here. It represents the emotion of sadness, the colors seem like they want to express their sadness, so deep sadness...." terang seorang tour guide museum pada sekelompok tourist ketika menjelaskan sebuah gambar abstrak yang terdiri dari warna gelap dan sebuah garis curvilinear. Setelah mendengar tourist-tourist pun berkata.berbisik wonderful...beautiful..awesome..

Ini adalah scene setiap hari di museum-museum dunia, terutama ketika sampai pada bagian contemporary art. Saya jarang mengikuti gallery tour semacam ini. Saya ingin menikmati gallery dengan versi saya sendiri, indra saya, rasa saya.

Terkadang jika berjalan dengan teman lainnya, mereka berkata saya tidak mengerti dengan karya ini, tidak mengerti maksudnya. Lalu saya bilang saya juga tidak mengerti. Lalu kami berlalu mencari karya lain yang kami suka dan kami kira bermakna walau hanya bagi kami.

Bagi saya, karya yang bagus adalah karya yang bagus, baik dari balik kacamata kurator maupun publik. karena yang bermain tidak hanya visual tetapi hati, dan semua orang mempunyai. Saya kurang setuju dengan konsep 'membangun narasi' ini. Walaupun ini memang salah satu konsep contemporary art, tapi bagi saya, ini sedikit mengelabui, karena menutupi keterbatasan dengan cerita-cerita yang dikarang.

Saya juga mengerti bahwa "cerita dibalik sebuah karya memang penting" ia menjadi konsep utama, namun mungkin akan lebih baik cerita-cerita ini tidak melampaui nilai dari karya itu sendiri Entahlah...

Lari Sebentar: Menikmati Festival Bunga dan Taman

Ah.. Minggu ini tugas mengantri minta dikerjakan, semuanya merengek-rengek mengusik ketenangan. Tapi sayangnya mereka layaknya bayi, sehingga saya tak mengerti apa yang mereka inginkan. Jadi untuk menenangkan mereka sejenak, saya bawa mereka ke taman, melihat warna-warni, tenggelam sebentar dalam balon-balon sabun, menghirup udara yang segar, menenggak sedikit susu inspirasi yang mudah-mudahan bisa meredakan kepanikan..

Rangkaian bunga dari florist sekitar melbourne. Mengingatkan masa-masa magang di MJ Flora dan Old Westbury juga OFA


Tanaman-tanaman lokal

Kerjaannya anak-anak RMIT




Bangunan tempat pamerannya juga keren, telah dinobatkan menjadi warisan dunia





 Meanwhile, outside the building




Berbagai stall produk berkaitan dengan taman


Pameran taman dari beberapa firma desain lanskap

kalau yang ini punyanya unimelb








 Artwork di taman


Mudah-mudahan setelah berjalan-jalan sejenak, bayi-bayi ini sedikit tenang dan memberikan ruang untuk saya memberikan cinta pada mereka pada tiga hari ke depan. Semangatlah... 

NB: Saya suka dengan foto terakhir ini, sesederhana mencipatakan slope berumput di taman, mengundang banyak orang untuk duduk menikmati taman....