setiap lafalnya menjadi lidah yang terpelintir
setiap bunyinya menjadi samar dan lebur
Susunannya menjadi baris yang hanya segelintir
----------
Dari seorang teman kakak:
Saya belajar agar senantiasa rendah hati
Sadar masih banyak di luar sana yang belum saya pahami
----------
Distraction
Dimana ada kamu saya akan berpayung
Mencari seteguk kilas untuk sekedar petikan jari
Berlupa akan alur yang restu
Bersembunyi dalam samar dan bebayang kabur
Menapak setapak yang dirangkai dari batu tanya
Tersandung dan terjengkal dengan tawa
Berdebu darah namun berpendirian dengan senyum
Walau perih tapi mari sembunyi ringis
Sementara alih adalah gua yang nyaman teranyam
Layaknya bicara tentang langit yang subur awan
Sedang hitam lumpur mulai tertelan
Pergi dan senyaplah semua kata dibalik batuk
Hilanglah semua tirai yang tutup
Lenggang remah hati yang telah penuh
Butuh kembali pada jalan yang lurus
Jalan orang-orang yang genap tenang luruh
------------
Alpa
Alpa karena kata telah menjual harga diri
Alpa karena tangan tak berani lagi mengadah
Alpa karena hujan telah menjadi rasa yang hambar
Penuh kosong dan hampa yang remuk redam
---------
Apakah kita perlu banyak tanya
Lebih baik mungkin diam saja
Taklah perlu semua gelisah ragu
Biarlah pahammu kau simpan dalam hatimu
dan tebakku menjadi bungkam rapat dalam pikirku
Sampai di suatu titik pahammu dan tebakku bertemu
berbicara dalam jari telunjuk yang didekatkan ke bibir
tanda senyap yang harus dipelihara
Sedihku telah lebur karena itu
Sedang gelagatmu seperti langit abu berawan
Menunggu tumpah menanti ruah
Aku dalam bab yang lain akan menjadi wadah yang telah penuh
Menanti khawatir luapan yang akan coba kita padu
Penuh tanya dan air mata yang tertunda untuk tergenang
Sebab gelagap begitu tergesa menyerang
Mengharap buncah yang tak mengerti akan jadi apa
Karenanya aku akan diam saja
----------
Dentang ini makin cepat
Menggemburkan tanya yang tertanam dalam
Menyuburkan semesta kelam
Apakah putih akan datang menjemput
Apakah ia lupa aku di mana
------------
Lalang manusia berlalu seperti lebah madu
Tentu mencari madu manis rindu
Berjuang bagai lebah pekerja yang menghamba
Bertaruh harga diri yang tegak julang
Berebut menuju langit yang cerlang tinggi
Gamang akan titik tuju, namun tetap titip peluru
Meluka dan meretas gesa
Bersiap perih tanpa ingin kalah
Dalam gelap dan terang berganti datang
Mencipta silau mata pada pagi siang dan petang
Sedang pekat adalah masa menguras kesedihan
Kering dan genap sudah perih redam
Sehingga pulang benar ingin pulang
Pulang pada topeng yang tersingkap
Dan jubah yang surut di lantai
Tak ada lagi tirai tak perlu lagi buai
Rindu telanjang
Penuh jujur kata dan hati
No comments:
Post a Comment