Dulu saya selalu bingung dengan perbedaan menggambar dan melukis. Bahkan sampai sekarangpun saya tidak yakin dengan definisi yang saya pahami tentang keduanya. Sejauh ini yang saya tahu, menggambar itu di atas kertas, dengan teknik tanpa kuas. Sedangkan melukis itu di atas kanvas dengan teknis menggunakan kuas, yang artinya memakai cat minyak, acrylic, dsb. Tapi, kalau dipikir-pikir ada juga ya, lukisan cat air yang dibuat di atas kertas, ah entahlah...
Saya adalah pengguna crayon (oil pastel) sejati, yang apabila dikelompokkan sesuai kategori di atas menjadi penggambar, bukan pelukis. Kecintaan saya pada crayon, dimulai sejak masih duduk di bangku TK. kalau ayah saya pulang dari luar kota, pasti oleh-oleh yang diminta adalah crayon. Crayon merk Korea, karena pada zaman itu memang lagi beken-bekennya dan tidak dijual di kota saya. Dengan crayon saya ikuti berbagai lomba gambar. Dan dengan crayon pula suasana hati saya bisa tergambar dengan jelasnya. Menurut cerita keluarga, yang selalu setia menemani kala saya mengikuti lomba, kalau sedang marah, kesal, bad mood, pasti gambar saya didominasi warna merah, hitam, oranye, pokoknya kombinasinya panas sekali. Tapi kalau sedang senang berbunga-bunga warna-warna yang biasa saya gunakan lebih syahdu dan padan. Bahkan sampai sekarang pun crayon tanpa saya sadari tetap jadi cerminan suasana hati saya..
Waktu kecil saya pernah ikut sanggar melukis/menggambar. Saya punya guru lukis, namanya Pak Suharno. Mungkin kira-kira 10 tahun lebih saya belajar menggambar dengan Pak Arno ini. Saya berguru dengannya dari yang muridnya puluhan sampai muridnya hanya saya seorang (Beberapa tahun sempat berhenti karena Pak Arno harus exodus keluar Aceh karena konflik yang tak kunjung padam). Saya ingat nama sanggar saya dulu 12 nuansa, namanya bagus kalau diingat. Pertama-tama sanggar ini bertempat di Geunta Plaza, depan masjid Baiturrahman, kemudian pindah ke Taman Budaya. Seiring kondisi aceh yang makin tidak aman, sanggar ini ditutup karena memang kebanyakan gurunya non-Aceh sehingga terpaksa keluar dari Aceh. Lalu , selang satu dua tahun Bapak ini balik lagi ke Aceh, dan buka studio di jalan menuju Mata Ie. Saya kursus lagi di sana, walau muridnya hanya saya seorang. Terakhir saya belajar menggunakan kanvas dan cat minyak, dan tragedi itupun terjadi....
Dasar masih kecil dan labil, pulang-pulang dari les saya menangis, tante saya yang menjemput dari les bingung apa gerangan yang terjadi. Lalu saya bercerita kalau si Pak Arno menambahkan warna hijau pada lukisan saya tanpa seizin saya, dan membuat lukisan itu jadi kacau. Tragedi itu spontan membuat saya berhenti les, dan mengubah mood saya untuk belajar melukis (dengan kanvas dan kuas). Sampai akhirnya guru lukis saya ini pindah beneran dari Aceh, saya tidak les lagi dengannya...
Tahun berlalu, dan saya sudah duduk di bangku SMA. Suatu ketika saya dapati lagi lukisan yang menuai tragedi itu teronggok di garasi rumah kami. Saya pandangi lagi lukisan itu, dan setelah lama memerhatikan baru saya sadar ternyata warna hijau yang ditambahkan si Bapak membuat lukisannya tambah "hidup". Dan dari titik itulah saya menyesal berhenti les melukis. Kalau diingat-ingat lagi, ego saya waktu kecil ternyata besar sekali.. Pak maafkan muridmu yang dodol ini...he..
Oleh karena itu sampai sekarangpun saya masih akrab dengan crayon. sudah terlalu nyaman kalau harus berpaling ke cat minyak dan kanvas. Namun, sempat pada satu titik saya ingin orang melihat gambar crayon saya sebagai lukisan. Karena dalam definisi pribadi saya yang lain dan lebih rumit, gambar dan lukisan itu dibedakan dari 'feel'nya, bukan material yang digunakan. Namun tetap saja orang bilang yang saya lakukan adalah menggambar. Sekarang saya tidak peduli lagi dengan dua definisi itu, bagi saya menggambar dan melukis sama saja, karena kegiatan ini adalah rekreasi pribadi saya,dan tidak terlalu pentinglah kategori gambar atau lukisan dari orang lain itu.
Beberapa waktu lalu Pete salah satu bos di OWG meminjamkan saya satu set cat acrylic lengkap dengan kuas dan kanvasnya, ketika dia tahu saya suka menggambar. Bagi saya ini menjadi pengalaman yang baru setelah bertahun berkutat dengan crayon dan trauma 'cat minyak' he... Namun ternyata setelah dicoba tidak sesulit yang saya bayangkan. Saya sangat menikmati melukis dengan kanvas dan kuas ini. Walau saya tahu cat acrylic memang relatif lebih mudah dibandingkan dengan cat minyak (terutama masalah kesabaran menunggu kering catnya). Namun yang pasti latihan ini membuat saya bersemangat lagi untuk mencoba melukis dengan cat minyak... Ternyata melukis dengan kuas tak sesulit yang saya bayangkan, walaupun saya belajar amatiran sekarang..
Setelah ini saya ingin belajar cat minyak lagi.. dan mudah-mudahan saya bisa senyaman menggabar/ melukis dengan crayon. Dan terakhir.. saya ingin mengucapkan banyak terimakasih dan minta maaf pada Pak Arno, guru menggambar/melukis saya dulu. Walaupun agak menyesal karena terhambat dan terlambat belajar memegang kuas, tapi saya yakin semuanya adalah proses..
Ciao check my drawing/painting..
selalu suka gambar/lukis/coretan mu tou! :D
ReplyDelete