Bandul Kehidupan Raden Saleh
Raden
Saleh adalah Maestro yang hidup dalam suatu pilinan budaya. Dalam bahasa
Goethe, Raden Saleh terlihat seperti orang yang terpilin dalam dua dunia, timur
dan barat. Kegamangan identitas seperti ini selalu menjadi topik bahasan
menarik di setiap artikel tentang kesenimanannya. Selalu ada bagian yang
menceritakan tentang kecamuk hatinya sebagai seorang pribumi yang sangat Eropa.
Sebagaimana yang ditafsirkan oleh ahli sejarah seni dalam menerjemahkan
keresahan Raden Saleh yang ingin hidup di Eropa ketika berada di Indonesia, dan
kembali ke Indonesia kala berada di Eropa. Dalam proses karyanya, Raden Saleh terpikat
romantisme Eropa Barat kendati lahir dan besar di bumi Jawa.
Paduan
timur dan barat yang menjadi filsafat hidup Goethe agaknya menjadi suatu
pencerahan bagi Raden Saleh yang lahir setengah abad kemudian. Bahkan Raden
Saleh terlihat lebih sublim dalam pilinan dua budaya ini. Seperti cara
berpakaian paduan Arab-Jawa-Eropa yang merupakan hasil rancangannya sendiri.
Bangunan rumah gaya Eropanya di Indonesia, dan paviliun berbentuk mesjidnya di
Dresden, Jerman. Bahkan hal yang lebih dramatis ketika melihat fakta bahwa
Raden Saleh pernah memiliki pasangan hidup seorang wanita Eropa maupun
Indonesia.
Dari
sudut pandang sebagai seorang yang juga penggambar, saya melihat keterpilinan
budaya Raden Saleh sebenarnya adalah bahan bakar yang sempurna bagi proses
kreativitasnya. Keluasan pandang dalam melihat dunia telah menjadikannya lebih
kaya pengalaman dan pertimbangan dalam menentukan langkah karirnya, lebih
bijaksana dalam menambah setiap palet warna di atas kanvasnya, tak terbatas
dalam mengangkat citra dan tema, dan arif dalam memaknai setiap karyanya.
Agaknya
kesenimanan Raden Saleh yang tidak hanya tertempa dari bakat namun juga proses
belajar panjang merupakan hal yang unik dan langka pada zamannya. Kesempatan
untuk mengecap teknik lukis yang mumpuni dari para pelukis Eropa
dimanfaatkannya dengan baik. Seorang teman yang sempat menyaksikan pameran
lukisan Raden Saleh di Galeri Nasional Jakarta, sempat berbagi cerita tentang arsip
proses belajar Raden Saleh. Dari hal yang paling sederhana seperti studi
bayangan sampai sketsa-sketsa pra-kanvas menjadi bukti gairah dan ketekunannya
di bidang seni lukis.
Dari
segi teknik, kemampuan Raden Saleh memang patut untuk diapresiasi. Kemampuannya
meracik garis dan warna menciptakan karya dengan efek tiga dimensi yang memukau
bagi banyak penikmat seni hingga saat ini. Tak heran keahlianya ini dimanfaatkan
oleh Belanda dengan menobatkannya sebagai pelukis kerajaan. Sementara tema
dalam karyanya adalah hal lain yang selalu hangat untuk diperbincangkan.
Lukisan Raden Saleh tak hanya soal keindahan, namun juga merupakan parade
simbol-simbol yang sebenarnya dapat bebas diterjemahkan oleh setiap orang yang
menikmatinya. Saya pribadi melihat beberapa karyanya sebagai wujud usaha
mempertahankan jati diri di tengah keterpilinan budaya. Suara bathinnya seperti
ingin bercerita lebih banyak daripada yang dilihat dan dipersepsikan orang dari
kehidupannya.
Dalam
diri Raden Saleh, dua akar budaya telah berpilin dengan segala elemen ikutannya
seperti hutang budi, keinginan untuk maju, pemikiran yang luas, jati diri, dan
situasi yang sangat kontekstual. Kedekatannya dengan bangsa Eropa dan
identitasnya sebagai Indonesia telah menciptakan banyak argumen dan
interpretasi atas sikapnya terhadap penjajahan. Walaupun demikian Raden Saleh
tetaplah seorang seniman, bukan politikus. Ia bebas mengisi kanvasnya dengan
wajah-wajah Eropa ataupun Jawa dan dengan bebas pula ia mempersilakan penikmat
karyanya menilai dan memberi makna sendiri-sendiri.
Hal
lain yang menarik dari Raden Saleh adalah kekayaan bakatnya. Layaknya Goethe,
dan ilmuan-ilmuan zaman dahulu, Raden Saleh ternyata tak hanya menggeluti satu
bidang ilmu saja, seperti yang sebelumnya saya ketahui. Maestro lukis ini
merambah hingga bidang-bidang lain, bahkan di luar seni lukis. Keterlibatannya
dalam penelitian paleontologi tanah air, usahanya dalam mengumpulkan
naskah-naskah tua nusantara, serta ketertarikannya pada koleksi arkeologi dan
etnografi telah menjadikannya sebagai salah seorang yang sangat penting bagi
perkembangan sejarah dan budaya Indonesia. Bahkan ketertarikannya pada seni
tidak hanya menjadikannya berhenti sebagai pelukis, tetapi berlanjut menjadi
seorang konservator lukisan yang sampai sekarangpun merupakan profesi yang
langka. Oleh karena itu pantaslah ia dianggap sebagai pahlawan atas ikhtiarnya
pada bidang seni dan ilmu pengetahuan di tanah air. Konteks berjuang tentu saja
tidak selalu identik dengan bambu runcing atau senapan. Bagi Raden Saleh kuas
pun bisa setajam pedang.
Membaca
kembali bait akhir puisi Goethe, Mukadimah Diwan, membuat saya melihat realitas
kehidupan Raden Saleh yang seperti bandul berayun khidmat. Bergerak dalam ritme
yang syahdu. Berpijak pada dua ujung pelangi yang gelisah. Tak henti mencari
makna jati diri. Belajar kearifan dalam setiap karyanya.
Arif berayun penuh
manfaat
Di antara dua dunia
Melanglang timur dan
barat
Mencapai hikmah mulia
(Goethe,
1815 )
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteArtikel ini bagus dan terimakasih karena sudah berbagi
ReplyDelete