Monday 4 March 2013

Essay tentang Raden Saleh

Beberapa bulan yang lalu saya mengikuti lomba menulis essay tentang Raden Saleh yang diadakan Goethe Institut bekerja sama dengan majalah Historia, tapi sayangnya belum berhasil mendapatkan juara. By the way untuk sekedar sharing, Here it is my essay:

Bandul Kehidupan Raden Saleh
Raden Saleh adalah Maestro yang hidup dalam suatu pilinan budaya. Dalam bahasa Goethe, Raden Saleh terlihat seperti orang yang terpilin dalam dua dunia, timur dan barat. Kegamangan identitas seperti ini selalu menjadi topik bahasan menarik di setiap artikel tentang kesenimanannya. Selalu ada bagian yang menceritakan tentang kecamuk hatinya sebagai seorang pribumi yang sangat Eropa. Sebagaimana yang ditafsirkan oleh ahli sejarah seni dalam menerjemahkan keresahan Raden Saleh yang ingin hidup di Eropa ketika berada di Indonesia, dan kembali ke Indonesia kala berada di Eropa. Dalam proses karyanya, Raden Saleh terpikat romantisme Eropa Barat kendati lahir dan besar di bumi Jawa.
Paduan timur dan barat yang menjadi filsafat hidup Goethe agaknya menjadi suatu pencerahan bagi Raden Saleh yang lahir setengah abad kemudian. Bahkan Raden Saleh terlihat lebih sublim dalam pilinan dua budaya ini. Seperti cara berpakaian paduan Arab-Jawa-Eropa yang merupakan hasil rancangannya sendiri. Bangunan rumah gaya Eropanya di Indonesia, dan paviliun berbentuk mesjidnya di Dresden, Jerman. Bahkan hal yang lebih dramatis ketika melihat fakta bahwa Raden Saleh pernah memiliki pasangan hidup seorang wanita Eropa maupun Indonesia.
Dari sudut pandang sebagai seorang yang juga penggambar, saya melihat keterpilinan budaya Raden Saleh sebenarnya adalah bahan bakar yang sempurna bagi proses kreativitasnya. Keluasan pandang dalam melihat dunia telah menjadikannya lebih kaya pengalaman dan pertimbangan dalam menentukan langkah karirnya, lebih bijaksana dalam menambah setiap palet warna di atas kanvasnya, tak terbatas dalam mengangkat citra dan tema, dan arif dalam memaknai setiap karyanya.
Agaknya kesenimanan Raden Saleh yang tidak hanya tertempa dari bakat namun juga proses belajar panjang merupakan hal yang unik dan langka pada zamannya. Kesempatan untuk mengecap teknik lukis yang mumpuni dari para pelukis Eropa dimanfaatkannya dengan baik. Seorang teman yang sempat menyaksikan pameran lukisan Raden Saleh di Galeri Nasional Jakarta, sempat berbagi cerita tentang arsip proses belajar Raden Saleh. Dari hal yang paling sederhana seperti studi bayangan sampai sketsa-sketsa pra-kanvas menjadi bukti gairah dan ketekunannya di bidang seni lukis.
Dari segi teknik, kemampuan Raden Saleh memang patut untuk diapresiasi. Kemampuannya meracik garis dan warna menciptakan karya dengan efek tiga dimensi yang memukau bagi banyak penikmat seni hingga saat ini. Tak heran keahlianya ini dimanfaatkan oleh Belanda dengan menobatkannya sebagai pelukis kerajaan. Sementara tema dalam karyanya adalah hal lain yang selalu hangat untuk diperbincangkan. Lukisan Raden Saleh tak hanya soal keindahan, namun juga merupakan parade simbol-simbol yang sebenarnya dapat bebas diterjemahkan oleh setiap orang yang menikmatinya. Saya pribadi melihat beberapa karyanya sebagai wujud usaha mempertahankan jati diri di tengah keterpilinan budaya. Suara bathinnya seperti ingin bercerita lebih banyak daripada yang dilihat dan dipersepsikan orang dari kehidupannya.
Dalam diri Raden Saleh, dua akar budaya telah berpilin dengan segala elemen ikutannya seperti hutang budi, keinginan untuk maju, pemikiran yang luas, jati diri, dan situasi yang sangat kontekstual. Kedekatannya dengan bangsa Eropa dan identitasnya sebagai Indonesia telah menciptakan banyak argumen dan interpretasi atas sikapnya terhadap penjajahan. Walaupun demikian Raden Saleh tetaplah seorang seniman, bukan politikus. Ia bebas mengisi kanvasnya dengan wajah-wajah Eropa ataupun Jawa dan dengan bebas pula ia mempersilakan penikmat karyanya menilai dan memberi makna sendiri-sendiri.
Hal lain yang menarik dari Raden Saleh adalah kekayaan bakatnya. Layaknya Goethe, dan ilmuan-ilmuan zaman dahulu, Raden Saleh ternyata tak hanya menggeluti satu bidang ilmu saja, seperti yang sebelumnya saya ketahui. Maestro lukis ini merambah hingga bidang-bidang lain, bahkan di luar seni lukis. Keterlibatannya dalam penelitian paleontologi tanah air, usahanya dalam mengumpulkan naskah-naskah tua nusantara, serta ketertarikannya pada koleksi arkeologi dan etnografi telah menjadikannya sebagai salah seorang yang sangat penting bagi perkembangan sejarah dan budaya Indonesia. Bahkan ketertarikannya pada seni tidak hanya menjadikannya berhenti sebagai pelukis, tetapi berlanjut menjadi seorang konservator lukisan yang sampai sekarangpun merupakan profesi yang langka. Oleh karena itu pantaslah ia dianggap sebagai pahlawan atas ikhtiarnya pada bidang seni dan ilmu pengetahuan di tanah air. Konteks berjuang tentu saja tidak selalu identik dengan bambu runcing atau senapan. Bagi Raden Saleh kuas pun bisa setajam pedang.
Membaca kembali bait akhir puisi Goethe, Mukadimah Diwan, membuat saya melihat realitas kehidupan Raden Saleh yang seperti bandul berayun khidmat. Bergerak dalam ritme yang syahdu. Berpijak pada dua ujung pelangi yang gelisah. Tak henti mencari makna jati diri. Belajar kearifan dalam setiap karyanya.
Arif berayun penuh manfaat
Di antara dua dunia
Melanglang timur dan barat
Mencapai hikmah mulia
(Goethe, 1815 )

2 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. Artikel ini bagus dan terimakasih karena sudah berbagi

    ReplyDelete