Monday 4 January 2016

JALAN AKHIR TAHUN: Teman_Taman_Buku_Urban_Awal

TEMAN
Bertemu teman-teman, mengingat kembali kisah-kisah yang pernah dibagi bersama. Bertemu seorang atau segerombolan. Membahas kerja, jodoh, atau berita terkini tentang orang-orang sekitar. Gosip-gosip dipertukarkan dan terkadang berkilah menyebar fakta untuk menyembunyikan tabu dan dosa ghibah. Ah. Terkadang begitu jujur dan nyaman, namun terkadang pula begitu kikuk dan canggung. Waktu telah merubah kita. Terkadang ekspektasi percakapan tak seperti yang diharapkan. Namun terkadang pula begitu mengalir, begitu nyaman bertukar cerita, mengeluarkan segala rasa yang selama ini tersimpan dalam laci-laci pikiran, menunggu untuk dibagikan pada orang-orang yang tepat. Teman. Terkadang adu pendapat yang santun terjadi, sekedar untuk saling menantang sudut pandang atau berbagi pemikiran yang berbeda. Kadang di café, kadang di taman. Kadang tertawa dan kadang mendengar penuh serius. Teman kapan-kapan kita bertemu lagi.
Teman-teman baru datang dan pergi, teman lama tetap di hati (Arisan 2)
TAMAN
Tempat-tempat teduh yang dikunjungi di tengah panas dan debu kota. Taman kota, taman kecil, kebun raya, pinggir situ, dan kampung budaya. Tempat mencari sejuk sambil menyaksikan orang-orang berselfie ria, beryoga, berpiknik dan menyewa tikar, pacaran, main sepeda, atau hanya duduk di sudut taman memperhatikan orang-orang yang lewat. Taman yang nyaman untuk tiduran di rumput yang dipangkas rapi, tanpa perlu terusik peringatan ‘dilarang menginjak rumput’. taman tempat anak-anak bermain menyiduk air dari kolamnya yang berbunga teratai. Taman yang tidak punya parkir mobil, hanya parkir motor. Anak-anak bergembira di sudut taman bermain yang berlantai pasir, persis seperti di luar negeri. Taman yang memanjakan mata dengan hijaunya yang segar. Kita butuh lebih banyak taman-taman seperti ini. Terimakasih bagi siapapun yang terlibat dalam pembuatan taman ini. Begitu menyenangkan berada di tengahnya.





Atau taman-taman yang lebih besar, seperti kebun raya. Daun-daun yang beraneka macam. Jalan setapak yang membawa entah kemana, dan pohon-pohon tinggi yang berdiri bijaksana menceritakan dalam hening kisah umurnya yang panjang.




Atau pula kampung budaya, tempat orang-orang setia membagi kebahagian lewat gambang orkestra tradisional. Rebab memainkan lagu sirih kuning. Penari-penari cilik bersiap untuk tampil, khawatir namun tetap harus senyum. Di tepinya ada danau buatan yang luas serta pohon-pohon peneduh. Dari sudut danau, orang-orang mengganti pemandangan sehari-hari mereka dari beton ke muka air yang luas. Duduk di bawah pohon, menikmati pecak atau kerak telor sambil menenangkan diri menikmati alam dan budaya. Butuh sesaat untuk lari dari jenuhnya abu-abu jalan dan ruang yang membosankan. Butuh hijau, butuh udara segar, butuh keindahan, mari ke mari manusia. Kembali jadi bagian alam dan budaya yang gilang.




BUKU
Tentang buku-buku indah yang berada dalam gang yang sempit. Lelaki itu selalu ramah pada setiap yang datang memilih buku-buku pilihannya. Ada buku usia berpuluh tahun, atau bahkan lebih dari seabad lebih. Seorang paruh baya yang dipertemukan di barisan-barisan rak-rak buku itu bahkan berkata ia rela berkendara jauh untuk dapat berkencan dan meminang buku-buku indah itu. Sang pemilik kedai, sebagai ayah sang buku hanya tersipu malu. Ah rak-rak buku itu begitu menggoda. Bukan hanya karena buku-buku terpilih yang memanggil-manggil untuk dibawa pulang, namun juga kemurahan hati pemiliknya yang begitu rendah-hati dalam memberikan harga. Ia berpendapat, seperti manusia, buku juga punya jodohnya masing-masing. Nanti kalau balik ke kota pinggir Jakarta itu, aku akan datang lagi. Meminang buku-buku indahmu. 


URBAN
Kongkow-kongkow cantik dan ganteng di cafe atap berpemandangan indah. Posting foto-foto bersama di hadapan makanan bernama asing. Lirik-lirik sekeliling mencari kandidat lokasi foto selfie kekinian. Hi..hi..coba-coba ikut gaya hidup teman-teman di kota ternyata menarik juga. Membahas apa saja ketika makan yang harus pelan-pelan, supaya bisa berlama-lama di sana. Membahas hal terkini, dari gojek, uber, sampai grabtaxi. Kalau di tempat saya hanya ada beritanya di tivi-tivi, maka ketika ditawarkan mencoba ojek online di waktu pulang oleh teman saya, saya bilang ok. Membuka aplikasi dengan cekatan ia menekan tombol-tombol, dan menelfon. Hanya limabelas ribu katanya dan tak usah repot-repot lagi ganti angkot. Mudahkan. Ah..Sejenak saya mencicipi rasa kota ini.
Atau sekali-kali bolehlah kita putar-putar di mall, melihat apa yang orang-orang jajakan atau sekedar mencari dinginnya ac, berlindung dari sengatan mentari terik di luar sana. Beli atau tidak beli, makan atau tidak makan, kemana lagi bisa pergi? Atau kalau penat mungkin bisa kita bermain suara ria di ruang-ruang karaoke bersama teman-teman. Pilih lagu masing-masing, mengantre giliran menyanyi, dan sekali-sekali mengecek hp saat menunggu giliran. Kalau bicara harus kencang-kencang karena harus bersaing dengan suara gempita musik yang menggebu-gebu. Tepat bila ingin jejeritan membuang penat, tidak ada juri yang berkomentar, hanya teman yang tertawa kencang. Ha..ha.. Begitu urban hidup kita.  


AWAL
Pulang jelajah kota setelah semua urusan selesai memberi nuansa yang lain. Apalagi akhir tahun. Melihat banyak hal di kota yang menyuguhkan segala sudut pandang mudah-mudahan memberi semangat yang baru ketika pulang. Mendengar kisah, keluh, dan syukur teman-teman, terpapar taman dan kehidupan urban membawa gairah baru memulai tahun yang muda. Semoga gelora ini akan terus terbawa hingga selamanya. Harus tetap tegar dan semangat. Bismillah.. 

Selalu Ada Jalan

No comments:

Post a Comment