Bertemu teman-teman, mengingat kembali kisah-kisah yang
pernah dibagi bersama. Bertemu seorang atau segerombolan. Membahas kerja,
jodoh, atau berita terkini tentang orang-orang sekitar. Gosip-gosip
dipertukarkan dan terkadang berkilah menyebar fakta untuk menyembunyikan tabu
dan dosa ghibah. Ah. Terkadang begitu jujur dan nyaman, namun terkadang pula
begitu kikuk dan canggung. Waktu telah merubah kita. Terkadang ekspektasi
percakapan tak seperti yang diharapkan. Namun terkadang pula begitu mengalir,
begitu nyaman bertukar cerita, mengeluarkan segala rasa yang selama ini
tersimpan dalam laci-laci pikiran, menunggu untuk dibagikan pada
orang-orang yang tepat. Teman. Terkadang adu pendapat yang santun terjadi, sekedar untuk saling menantang sudut pandang atau berbagi pemikiran
yang berbeda. Kadang di café, kadang di taman. Kadang tertawa dan kadang
mendengar penuh serius. Teman kapan-kapan kita bertemu lagi.
Teman-teman baru datang dan pergi, teman lama tetap di hati (Arisan 2) |
TAMAN
Tempat-tempat teduh yang dikunjungi di tengah panas dan debu
kota. Taman kota, taman kecil, kebun raya, pinggir situ, dan kampung budaya.
Tempat mencari sejuk sambil menyaksikan orang-orang berselfie ria, beryoga,
berpiknik dan menyewa tikar, pacaran, main sepeda, atau hanya duduk di sudut
taman memperhatikan orang-orang yang lewat. Taman yang nyaman untuk tiduran di
rumput yang dipangkas rapi, tanpa perlu terusik peringatan ‘dilarang menginjak
rumput’. taman tempat anak-anak bermain menyiduk air dari kolamnya yang
berbunga teratai. Taman yang tidak punya parkir mobil, hanya parkir motor.
Anak-anak bergembira di sudut taman bermain yang berlantai pasir, persis seperti di luar
negeri. Taman yang memanjakan mata dengan hijaunya yang segar. Kita butuh lebih banyak taman-taman seperti ini. Terimakasih bagi
siapapun yang terlibat dalam pembuatan taman ini. Begitu menyenangkan berada di
tengahnya.
Atau taman-taman yang lebih besar, seperti kebun raya. Daun-daun
yang beraneka macam. Jalan setapak yang membawa entah kemana, dan pohon-pohon
tinggi yang berdiri bijaksana menceritakan dalam hening kisah umurnya yang
panjang.
Atau pula kampung budaya, tempat orang-orang setia membagi
kebahagian lewat gambang orkestra tradisional. Rebab memainkan lagu sirih
kuning. Penari-penari cilik bersiap untuk tampil, khawatir namun tetap
harus senyum. Di tepinya ada danau buatan yang luas serta pohon-pohon peneduh.
Dari sudut danau, orang-orang mengganti pemandangan sehari-hari mereka dari beton ke muka air yang luas. Duduk di bawah pohon, menikmati pecak atau kerak
telor sambil menenangkan diri menikmati alam dan budaya. Butuh sesaat untuk
lari dari jenuhnya abu-abu jalan dan ruang yang membosankan. Butuh hijau, butuh
udara segar, butuh keindahan, mari ke mari manusia. Kembali jadi bagian alam
dan budaya yang gilang.
BUKU
Tentang buku-buku indah yang berada dalam gang yang sempit.
Lelaki itu selalu ramah pada setiap yang datang memilih buku-buku pilihannya.
Ada buku usia berpuluh tahun, atau bahkan lebih dari seabad lebih. Seorang
paruh baya yang dipertemukan di barisan-barisan rak-rak buku itu bahkan
berkata ia rela berkendara jauh untuk dapat berkencan dan meminang buku-buku
indah itu. Sang pemilik kedai, sebagai ayah sang buku hanya tersipu malu. Ah
rak-rak buku itu begitu menggoda. Bukan hanya karena buku-buku terpilih yang
memanggil-manggil untuk dibawa pulang, namun juga kemurahan hati pemiliknya
yang begitu rendah-hati dalam memberikan harga. Ia berpendapat, seperti
manusia, buku juga punya jodohnya masing-masing. Nanti kalau balik ke kota
pinggir Jakarta itu, aku akan datang lagi. Meminang buku-buku indahmu.
URBAN
Kongkow-kongkow cantik dan ganteng di cafe atap
berpemandangan indah. Posting foto-foto bersama di hadapan makanan bernama
asing. Lirik-lirik sekeliling mencari kandidat lokasi foto selfie kekinian. Hi..hi..coba-coba
ikut gaya hidup teman-teman di kota ternyata menarik juga. Membahas apa saja
ketika makan yang harus pelan-pelan, supaya bisa berlama-lama di sana. Membahas
hal terkini, dari gojek, uber, sampai grabtaxi. Kalau di tempat saya hanya ada beritanya
di tivi-tivi, maka ketika ditawarkan mencoba ojek online di waktu pulang oleh
teman saya, saya bilang ok. Membuka aplikasi dengan cekatan ia menekan
tombol-tombol, dan menelfon. Hanya limabelas ribu katanya dan tak usah
repot-repot lagi ganti angkot. Mudahkan. Ah..Sejenak saya mencicipi rasa kota
ini.
Atau sekali-kali bolehlah kita putar-putar di mall, melihat
apa yang orang-orang jajakan atau sekedar mencari dinginnya ac, berlindung dari sengatan
mentari terik di luar sana. Beli atau tidak beli, makan atau tidak makan,
kemana lagi bisa pergi? Atau kalau penat mungkin bisa kita bermain suara ria di
ruang-ruang karaoke bersama teman-teman. Pilih lagu masing-masing, mengantre
giliran menyanyi, dan sekali-sekali mengecek hp saat menunggu giliran. Kalau
bicara harus kencang-kencang karena harus bersaing dengan suara gempita musik
yang menggebu-gebu. Tepat bila ingin jejeritan membuang penat, tidak ada juri
yang berkomentar, hanya teman yang tertawa kencang. Ha..ha.. Begitu urban hidup
kita.
AWAL
Pulang jelajah kota setelah semua urusan selesai memberi
nuansa yang lain. Apalagi akhir tahun. Melihat banyak hal di kota yang
menyuguhkan segala sudut pandang mudah-mudahan memberi semangat yang baru
ketika pulang. Mendengar kisah, keluh, dan syukur teman-teman, terpapar taman
dan kehidupan urban membawa gairah baru memulai tahun yang muda. Semoga gelora
ini akan terus terbawa hingga selamanya. Harus tetap tegar dan semangat.
Bismillah..
Selalu Ada Jalan |
No comments:
Post a Comment