Friday, 20 April 2012

RE-DRAWING



new drawing

Menggambar mungkin adalah bentuk pelarian yang lain. Bentuk lain keterlenaan dari keharusan mengisi aplikasi beasiswa itu (mengarang indah dalam bahasa inggris). Tapi paling tidak hati ini bisa bahagia dalam pelarian ini, produktif dan tidak hanya melewatkan hari tanpa melakukan apa-apa (Ah saya membela diri lagi...)

Tapi agaknya saya harus bahagia, karena kembali menggambar adalah cita-cita saya semenjak pulang magang akhir tahun lalu. Kala itu, seperti hilang kebanggaan, sekejap saya tidak dapat menggambar lagi, walaupun begitu ingin. Opa bilang dalam waktu yang senggang ini seharusnya  lakukan sesuatu, cari kesibukan lagi, menggambar kembali misalnya. Namun dengan yakin saya bilang, saya sejujurnya ingin, hanya saja mood itu tidak pernah datang lagi, dan saya juga sudah bosan menantinya. Opa berkata lagi, mood itu jangan dinanti tapi dicari. Ingin rasanya bernyanyi ‘alamat palsu’nya ayu ting-ting ketika itu ‘ KEMANA...KEMANA...KEMANA...?’

Saya percaya dengan momentum, dan hukum pengendapan. Karena memang setelah dalam galau yang begitu lama, saya dapat menggambar kembali akhirnya. Kembali berbaring terlungkup di lantai, bermain dengan warna yang banyak, kembali membuat lantai kotor dengan sisa-sisa krayon yang di tekan sepenuh tenaga, dan kembali buat mama kesal karena hanya menggambar sepanjang hari.

Ya momentum itu memang tak bisa diduga. Pergi tak dijemput, dan pulang tak diantar. Datang dan pergi sesuka hatinya. Tapi bagaimanapun harus dimanfaatkan tepat waktu, karena setelah itu bisa jadi semuanya akan datar kembali, dan hanya sesal yang sisa.

Sementara diri kita juga butuh rentang waktu yang suka saya sebut dengan masa ‘pengendapan’. Waktu ketika semua ide dan segala teman-temannya hanya melayang –layang dalam pikiran, bersiap berperang dalam alam bawah sadar dan pejam mata yang tidak tidur. Menyusun strategi tanpa kompromi dengan pemilik tubuh, sehingga terkadang membuatnya kesal dalam penantian. Puncaknya adalah ketika semua serpih-serpih ini mengendap tenang dan dia siap membisikkan dalam lirih yang sayup bahwa inilah saatnya. Seperti, daun-daun teh yang begitu ringan dalam secangkir air panas, ide melayang, dalam adukan yang ritmik, sebelum akhirnya semua berkumpul di dasar cangkir, dan teh siap diminum.

Kalau dipikir-pikir agaknya masih banyak daun-daun teh yang melayang-layang di benak saya sekarang ini. Seperti daun teh aplikasi beasiswa, daun teh desain grafis, daun teh berkebun, dan daun –daun teh lainnya. Walaupun begitu ingin segera meminum teh-teh ini, saya harus sabar menunggu. Sabar untuk tidak sibuk mengaduk-aduk tidak karuan yang hanya membuatnya tambah bingung mengarah. Enggan mengendap.

NB: Mudah-mudahan ini bukan bentuk dari excuse yang lain, he...
saman

Wednesday, 18 April 2012

Menggambar bersama sahabat kecil



Menjadi teman menggambar sahabat-sahabat kecil di TK YKA adalah pengalaman yang menarik selama sebulan terakhir ini. Apabila diingat-ingat lagi banyak momen lucu dan menyenangkan bersama mereka. Dari dipanggil oom sampai yang bilang mau berhenti saja karena sudah lapar. Ha...

Anak-anak ini datang dari berbagai kelas di TK YKA, berbekal sekotak krayon dan kertas gambar yang telah digaris tepi dan diberi lafadz bismillah oleh gurunya, semua anak-anak ini duduk rapi mengikuti kelas menggambar saya. Setiap minggu tema yang kami angkat berbeda, sejauh ini mereka pernah menggambar tentang teman, lautan, dan hutan.

Di kelas saya tidak ada tekanan, semua gambar adalah bagus. Kadang-kadang mereka datang ke saya hanya untuk memperlihatkan gambarnya, lalu dengan semangat saya bilang bagus, dan mereka akan kembali ke tempat duduk dengan riang untuk melanjutkan menggambar. Saya terkadang agak terusik dengan guru yang suka mengkritik gambar anak-anak. “Lho itu kok kepalanya besar sekali, atau kok ikan warna hijau”. Bagi saya menggambar adalah tentang kebebasan dan kebahagian. Dan ketika semuanya disamaratakan dengan standar orang dewasa, tidak ada yang istimewa lagi. Semua sama. Anak-anak saya pikir lebih peka pada hal-hal yang sederhana dan jujur, tak jarang saya dikejutkan oleh jawaban-jawaban mereka.

Hari ini kami menggambar anak-anak yang sedang bermain kejar-kejaran di depan sekolah, seorang anak hanya menggambar bangunannya saja, tanpa anak berkejaran di depannya, ketika ditanya ia berkata anak-anaknya sudah pulang semua, sekarang yang ada hanya bangunan sekolahnya saja. Yang lain menggambar anak yang banyak titik-titik di sekujur tubuhnya, ketika ditanya apa titik-titik itu ia menjawab bahwa itu adalah keringat. Karena berkejar-kejaran maka keringat bercucuran dari tubuh anak yang digambarnya. Beberapa anak laki-laki yang mengubah gambar anak berkejaran dengan anak yang bermain bola. Minggu lalu juga banyak yang berimprovisasi dengan gambarnya. Seperti ketika menggambar lautan, ada yang menggambar tentang harta karun yang diperebutkan oleh ikan-ikan, atau ketika menggambar hutan ada yang menambahkan pemburu di dalam gambarnya.
Menggambar laut
Menggambar sekolah
Show your drawing, please! 
Cheers!!

Menyenangkan sekali menggambar bersama mereka

Monday, 16 April 2012

gelagat galau

Feeling like trap
Mendengarmu buatku  ingin lelap
Memetakan rencana yang terekam dalam pejam kedip mata
Tersegera akan semangat yang terpelihara
Doa, mutiara, dan bunga-bunga yang dirangkai dalam cerah dan warna

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Sore itu kita berjalan demi jingga sinar yang segera padam
Berkelakar tentang rentang yang akan kita patahkan
Bercanda tentang pasir dan tanah yang kita jejakkan
Memahat cakap yang tersayup semilir angin
Sore itu dalam rona yang memerahkan
Jalinan sepuluh jari tercipta bagai perihal yang coba dituturpuisikan
Sederhana yang dipaksa menjadi luar biasa
Seperti dua udara yang berbeda rasa
Dan seperti kekosongan yang coba menelan nyata
Sore itu cercah mencipta bayang kita yang memanjang tak karuan
Sedang mentari mulai membakar lautan
Senyuman hanya reka seperti layaknya laras langkah kaki kita
Dan angin hembuskan helai demi helai rasa percaya
Sore itu warna tak pernah lagi jadi cerita yang dibicarakan
Bertahan dalam imaji yang tak ingin berkelana
Sore itu hanya ada kita berdua
Sementara jarak hanyalah hal yang tak pernah terduga
Sore itu kita terlelap dalam mimpi yang panjang

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Kata ini akan menyelubungi segala rentan
Menyelimuti beberapa kali hingga tidak terindra
Membungkusnya hingga lapis yang tersisa
Kata ini akan menyembunyikan semua geram gulana
Akan segala sesuatu yang tak terselesaikan
Tentang gelisah yang dikerubungi oleh alasan sakit kepala
Kata ini adalah simbol ketakutan
Yang gentayangan dalam lembam yang panjang
Gelantungan dalam kesadaran yang menyakitkan
Menunggu hingga waktu yang tak pernah disahkan
Kata ini adalah bukti perjuangan di atas keputusasaan
Rangkaian alasan yang diusahakan masuk akal
Meyakinkan orang-orang dan bukannya perasaan
Beradu peran dengan diri sendiri
Mencoba menenangkan sesuatu yang diragukan
Kata ini adalah sebuah rasa mini yang dibesar-besarkan
Kasihan.....

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ 

Menghabiskan waktu pada deretan huruf yang hitam
Mencoba lupakan tinta yang begitu kentara
Hitam dan mengganggu pikiran
Aku dapat saja terbang sembari melempar sekeranjang kata
Biar berhambur seperti hujan yang kerontang
Hingga hurufnya lerai dan menggelepar pada tanah gersang
Tapi ini bukan alasan yang kuat untuk lari dari dentang
Dentang yang terus menerobos dalam logika yang keropos
Seperti huruf-huruf hitam yang terpasang keliru
Berbolak-balik tanpa mencipta suatu kata
Kata yang bermakna
Oh...aku butuh hujan kata

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Biarlah panas ini bergolak dalam udara
Biarlah terbiasa terpapar lara

Geumpa

FLEE (verb):  to leave a person or place very quickly, especially because you are afraid and possible danger.
Meusipreuk...Meuhambo...

Jalan seketika penuh sesak dengan wajah-wajah khawatir dan curiga. Segala jenis kendara tumpah ruah mengisi ruas jalan yang biasanya lengang di kota yang tak seberapa ini. Walau dalam gelisah yang massal tak ada klakson yang panjang, terburu dan sabar menjadi padu yang ganjil. Sebagian yang baik hati malah siaga di persimpangan mengurai raut kusut lalu lintas. Motor-motor dipersilakan menggunakan jalur pejalan kaki yang lengang pejalan kaki, motor-motor dibantu melintas median, semuanya dalam ikhtiar menyelamatkan diri.

Sesekali ibu-ibu yang duduk di kursi belakang motor  menyeka air mata sembari tak lepas komat-kamit berdoa. Tas ransel besar atau buntelan berharga tak lupa disandang, diselamatkan  jika sempat. Telepon genggam menjadi harapan yang kurang dapat diandalkan, namun tetap diusahakan. Nomor-nomor dicoba, siapa tahu ad sedikit ruang di udara hingga sampailah pesan atau suara ini sekedar bertanya dimana sekarang.

Anak-anak digendongan, ditenangkan dengan sentuhan yang tidak tenang dalam lari-lari yang galau. Naluri keluarga buncah oleh keinginan bersama hingga cari mencaripun menjadi pemandangan. Dalam pelarian, beberapa menangis, beberapa berdoa, beberapa tetap sibuk dengan telepon genggam, sibuk dengan gambar bergerak pekat dalam pikirannya masing-masing.

Di sudut-sudut jalan terlihat amatir atau profesional sibuk dengan alat perekam, mencoba mengabadikan panik yang tergantung di wajah, jalan, hingga pepohonan. Baju yang dipakai tak lagi penting,  pakai sendal atau tidak juga tidak penting, karena yang terpenting adalah berlomba dalam tiga puluh menit yang telah menjadi pengalaman.  

Sebagian yang berani coba tunggu di pinggir sungai, melihat apakah ada riak dan gerak air yang tak wajar sebelum berkeputusan untuk lari menyelamatkan diri. Sebagian termangu di pinggir-pinggir jalan menunggu berbuat sesuatu, menatap khawatir dalam pawai wajah-wajah takut dan harap yang bergerak cepat dan lambat. Inilah dia saat itu-saat semua diseret kembali pada kenangan pahit delapan tahun silam.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
EARLY WARNING SYSTEM

Seorang bibi berkata, agaknya gempa ini ada baiknya pula. Seperti pengingat untuk kembali pada jalan yang benar. Jalan yang lurus. Bencana ini seperti Early Warning dari Tuhan akan lupa yang selalu menjadi dalih manusia. Pada hari itu, perasaan delapan tahun lalu disisipkan kembali pada setiap hati. Nuansa takut dicairkan kembali. Perasaan aman diobrak-abrik, ketidakpastian dijejalkan. Segala bangga dilunturkan, membuat hati menjadi ciut kembali, dan disadarkan bahwa manusia hanyalah manusia. Lemah.

Sebelas April lalu hanya satu perangkat Early Warning System yang meraung di kota ini, sedang lainnya tak bekerja, mungkin juga ikut panik dan melarikan diri. Lagi pula hanya segelintir orang mendengarnnya. Tapi yang pasti Sistem Peringatan Dini Tuhan lebih maha. Perasaan Takut. Rasa takut ini menjadi pacu dan picu untuk segera menyelamatkan diri, karena tersadar akan salah dan luput yang lekat, dan ingin waktu yang sedikit lebih untuk memperbaiki.

Dan mudah-mudahan Early Warning System dari Tuhan ini tidak pernah terlambat, hingga senantiasa kita dapat selalu teringat dan memelihara takut dan harap.
 -----------------------------------------------------------------------------------------------------------
ALAM DAN MANUSIA

Mungkin akhirnya saya bisa percaya dengan firasat walau sebelumnya tak pernah. Sesiang itu perasaan tidak nyaman menggelayut dalam diri. Rasanya bukan karena panas cuaca. Bukan pula karena rasa. Hanya suasana menjadi berbeda. Ada ketidaknyamanan yang menggantung. Tak bisa tidur, tak bisa pula mengerjakan hal lain. Seperti ada yang salah tapi tak tahu apa, seperti ingin yakin baik-baik saja namun tak bisa. Begitulah siang sebelum gempa itu.

Ternyata keadaan ini bukanlah abstrak, sehari setelah gempa, ada liputan di telivisi tentang ciri-ciri akan gempa. Salah satunya adalah udara yang yang berubah. Fenomena ilmiah yang mungkin sulit digambarkan, namun nyata ketika dirasakan.

Karena itu pula saya teringat ujar pembicaraan dengan ibu setelah gempa. Kata beliau suasana terasa berbeda 
di saat gempa datang. Seperti lengang yang kikuk mengisi udara. Tapi sekali lagi sangat sulit digambarkan, tapi sangat jelas dirasakan.

Mungkin itu pula sebabnya salah satu ciri-ciri akan gempa lainnya, hewan-hewan menunjukkan perilaku berbeda. Di Simeulu katanya kerbau-kerbau berkumpul, atau seperti delapan tahun lalu, burung-burung terbang berkelompok. Mungkin mereka lebih peka akan berubahnya sesuatu pada udara seperti yang dikatakan para ahli di televisi itu.

Kejadian siang itu membuat saya kembali tersadar bahwa sebenarnya manusia pun adalah bagian dari orkestra alam yang tidak kepalang raya. Namun terkadang terlalu bangga, menarik diri untuk tahta yang diciptakan sendiri dan kemudian menobatkan diri menjadi menjadi raja di atasnya. Tidak lagi selaras dengan semesta, menjadi sombong.   

Walau demikian Alam tetap rendah hati. Hubungan layaknya ibu dan anak. Ada ikatan yang tak kasat mata, terjelma dalam firasat dan rasa yang ditercipta. Terkadang Ibu memberi tahu, tapi anak bebal dan berpaling acuh. Terkadang Ibu mengingatkan, tapi anak hanya berkata ‘ah’..... Begitulah anak. Manusia ini.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 
50/50

Apakah akan datang tsunami setelah gempa? Tak pernah ada yang dapat segera menjawab. Bahkan ahlipun butuh waktu untuk tahu. Bila telah lepas dari segala ilmu pengetahuan dan nalar maka jawabannya pun ada pada kata ‘kun’ Tuhan.
Apalagi bagi kami manusia yang resah gelisah memenuhi isi jalan ini. Tidak pernah tahu pasti apa yang terjadi. Bahkan untuk bertanya lewat teleponpun bukan perkara yang mudah. Namun yang pasti insting menyelamatkan diri adalah satu satunya ikhtiar yang bisa dilakukan sesambil berdoa pada Tuhan.
Tidak ada yang pasti....

Thursday, 29 March 2012

Volunteering

Semenjak melihat volunteer di Old Westbury Garden dulu, saya mempunyai cita-cita untuk jadi volunteer juga sekembalinya ke Indonesia. Dan mimpi itu terwujud sekarang. Tadi pagi saya dan kakak saya menjadi volunteer di sebuah TK di Banda Aceh, mantan TK kami, TK YKA. Saya menjadi guru menggambar di sana. Setelah pertemuan tidak sengaja dengan Nenek Guru (panggilan akrab kapala TK YKA) ketika menjemput sepupu saya yang paling kecil kemarin, maksud menjadi volunteer guru gambar pun dengan spontan saya ungkapkan. Tak disangka maksud ini disambut sangat antusias oleh beliau dan guru-guru TK lain. Dan jadilah pagi tadi pertemuan pertama kami.

Meja-meja sudah dibentangkan, anak-anak yang suka menggambar dari kelas A dan B (kelas yang senior dan junior) sudah dikumpulkan, krayon warna warni dan kertas gambar telah di tangan. Ibu-Ibu guru pun telah siap di belakang ikut belajar. Maka apalagi yang ditunggu. Mari mulai menggambar. Hari ini temanya adalah menggambar teman sendiri (teman yang duduk di sebelah). Dimulai dari menggambar wajah sampai ke kaki. Semuanya dengan imaji masing-masing ikut menggambar. Meminjam istilah Pak Tino Sidin, semuanya bagus, semuanya pintar. Tanpa malu-malu mereka mulai mengekspresikan diri. Sesekali tanya ini itu. Semuanya sibuk dengan pensil dan krayon masing-masing.

Yang membuat senang adalah karena gambar mereka bagus-bagus. Anak-anak umur segitu waktu dahulu, mungkin hanya bisa menggambar karakter korek api. Tapi mereka sudah bisa membuat gambar manusia full, dan terkadang lengkap dengan detail-detail kecil, kancing, jam tangan, anting-anting dsb.
Sesi diakhiri dengan menceritakan isi gambar masing-masing anak ke depan kelas. Anak-anak yang berani boleh maju ke depan kelas dan menceritakan tentang gambar yang telah dibuatnya pada teman-teman lain. Walaupun perintah awalnya adalah membuat gambar teman di sebelah, ternyata impovisasinya banyak. Ada yang menggambar diri sendiri dan teman di sebelahnya, mama dan papa, adik dan kakak, atau siapa saja. Ha...ha.....No Problem. Dengan berani dan ada beberapa yang malu-malu mereka menceritakan isi gambarnya.  Ada yang bercerita tentang anak-anak di sekolah, anak-anak di taman bunga, di pinggir jalan, anak-anak yang sedih karena balonnya meletus, dan banyak cerita lainnya....

Ha..ha... Senangnya hari ini bisa menggambar bersama anak-anak. Rencananya seminggu sekali akan mengajar di sana, Minggu depan kami akan menggambar hewan. Kebun binatang atau mungkin binatang peliharaan. Setiap tiga minggu sekali, saya akan mengajar guru TK untuk teknik-teknik yang lebih serius, seperti teknik pencampuran warna, ide gambar, dan tema. Agar program ini bisa terus berjalan walaupun saya sudah dapat beasiswa nantinya, he... amin...

Well, Can’t Wait for next week!!! 

Another Galau Day

Menunggu

Ruang tunggu ini terlalu penuh dengan resah gelisah
Seorang tua yang mondar seorang muda yang mandir
Anak muda berjas rapi yang tak henti menoleh pada lengan semat jam tangan
Gadis yang terkantuk-kantuk sembari mendekap tasnya sendiri
Atau yang tersenyum tawa sibuk ligat dengan benda mungil empat segi canggih di genggaman
Seorang pemuda yang memainkan gugup anak kuncinya hingga berulang jatuh
Atau yang terangguk-angguk termeram terjaga menikmati sendiri energi bunyi dari pemutarnya
Bayi yang menjerit teriak tak henti
Ibu yang berkomat kamit penuh khawatir dan tanya
Ibu  yang menelusuri gambar-gambar pada majalah mode kadaluarsa
Bapak yang seketika bangkit penuh amarah dan berniat menggebrak meja
Pasangan yang mengeratkan genggam sambil bertatap penuh arti
Seorang paruh baya yang memutar pandang penuh sirat penasaran dan curiga
Dua orang tak saling kenal yang berbincang hambar tentang apa saja
Seorang lainnya yang tak juga kenal coba curi-curi dengar
Tiga anak yang berkeliling kejar mengejar satu sama lain
Anak keempat jatuh dan menangis menahan sakit
 Lima orang yang saling memunggungi dan sibuk dengan pikirannya masing-masing
Sepuluh orang yang berjejer rapi dan seketika menoleh saat pengeras suara berujar sesuatu
Nama, nomor, pengumuman, atau perhatian....
Seratus orang yang berdesakan penuh keluh kesah tanpa kepastian
Seribu orang yang bersesakan dalam sempit ruang sedang peluh telah rembes menggenang.
Sejuta orang pasrah
Semilyar orang kalah
Dan mereka semua sedang menunggu.....

Padang Bintang

Lapang padang bintang terbentang
Mengedip detik, berkerlip genit
Seolah berseteru dalam rapat besar angkasa malam
Atau tersesat dalam pesta cahaya terang-temaram
Berkelabat cepat, Mengendap lambat
 Menabur imaji pada benak para musafir kata
 Menggenggam kunci-kunci tanpa pintu
Menuju entah kemana

Sunday, 25 March 2012

Visit Putroe Phang

This evening, my sister and I watched Putroe Phang Weekend Show in Putroe Phang Park. The show was awesome, especially the Cut Nyak Dhien dance that was performed by Sanggar Cut Nyak Dhien. I like the movement of the dancer. Inspite of the girls, the movement was so brave and aggresive. It represent the messages of the dance as a war dance. Another interesting part is when the dancers start to use rencong (acehnese traditional weapon in their dance). It seems so dangerous but cool. No smile on the dancer faces, It is a war dance. The climax of this dancer is when the dutch troops came into the scene and start fighting with the girls. Finally, by the faster tempo of rapai (acehnese traditional tambourine), The dutch troops can be conquered by the girls. The dance is over. I like that dance!!Bravo....
After that performance, we saw some dancing and singing by another performance. It also nice. There were many audience that watched this event. I really happy because it show the raising animo of my hometown people to appreciate our art and culture.
It also make me happy when I saw Putro Phang Park is used by community to enjoy their time. Not only for watching the show, but also for enjoying their time (strolling, photographing, accompanying their children in playground, or may be dating, he...). This is what public space should be!!
Happy..Happy this Sunday evening.....!
Photo with the dancer
The Putroe Phang Park
me and my sister

Monday, 19 March 2012

Memories

I watched NHK proram today, It is a documentary program about some group of people that collected photos album around disaster affected area right after Japan last year tsunami. The motor of this project is a mother who lost her son during tsunami. At the beginning she only tended to find his son photos around her ruined house. But after she came with an idea to extend her effort to collect other’s photo albums too.

One of local school hall was transformed as a gallery of memories. Many photos are hung to make them dried on hundreds of line. Some of volunteer seemed busy. They sorted the albums on alphabetic order, some other tried to clean the wet photos before reorder in to a new albums. People come and go during to this school hall. They looked for their own album. The memories that remain after the tragedy.

I just interested in this program because I also experienced the same tragedy. But unfortunately. We lost all of our photos albums. Photos of my family early time, Photos of my parents wedding, Photos of my childhood, and all photos that captured the important event in our life. We threw away all of them because it was to late to save them. It was in bad condition when we found them during our post tsunami cleaning efforts. It was really sad, but what else we can do.

Today, I went to my aunt offices. Accidently, I found one of my childhood photos in her photos box. My aunt is the family member who have camera in the past, so she took a lot of pictures including family photos. It make me happy when I can find them because I have none of that photos any more. In that picture I played with my little cousins. We laughed together. Compared with the photos, it changes a lot now. I’m not kid anymore while my cousins is grow up. May be they will be shame if they look at that photo. But it how the photos work. It reassemble all the old rusty memories. It brings happiness, shame or some extent, tears.

It can not be denied that the people who lost or the event that passed were irreplacable, but by the photos we have,  at least it can help us to keep the memories.  

Tuesday, 21 February 2012

Seindah langit-langit yang dibiarkan biru rona laut
Atau jejak yang terdera pada pasir yang lembut awan
Semua rasa tumpah bagai hujan yang sebentar
Menerjemahkan setiap tatap yang terlalu teduh
Meminjam semua prasangka tentang sayang
Di kala menera rasa pada hati yang lapang

Angin bertiup, gelombang terkembang
Dua makhluk kecil gegap kejar dikejar
Menuju sejuk yang menjelma rumah
Peluh dalam luas bentang syahdu
Untuk sederhana cahaya yang tergesa
Dan sapa ramah mentari tengah hari

Sementara hari menjadi kisah yang lain
Saat indah kata tengah berlayar
Singkap segala rahasia singkat
Tentang serpih ingatan yang tersimpan
Seperti pejam pada cerita pengantar tidur
Setelah lelah yang permisi untuk mendera

Teguk hilangkan dahaga
Dan resah sublim lewat udara
Mencari tempatnya di hati para pengelana
Rindu gema canda yang indah
Papar pada semangat yang penuh
Untuk jujur pada hati sendiri

Tentang laut
Adalah nyata yang pernah dibicarakan
Waktu kita bekejaran pada udara yang terhirup
Berbincang tentang sesederhana itu kita larut
dan sesederhana itu pula kita lupa
Tentang sederhana yang ringan namum menyenangkan

Wednesday, 15 February 2012

Bercermin pada Mbak Agnes

Proses perburuan ini memanglah tidak mudah, rasanya seperti Agnes Monica di kala lalu yang selalu berujar ingin Go International kalau ditanya wartawan. Begitu pula dengan saya apabila ditanya teman-teman tentang rencana ke depan. Ingin mengejar scholarship untuk sekolah abroad dengan bangga saya jawab. Tapi berbicara selalu lebih mudah dari pada bertindak, seperti slogan yang sering diangkat dalam beberapa iklan rokok di negeri kita itu.

 Dan nyatanya Mbak Agnes sempat jadi olok-olokan orang senegara gara-gara mimpi 'Go International'nya itu. Impiannya itu memang tak kunjung terwujud sejak pertama dilaunching, atau walaupun terwujud hanya jadi pemain figuran atau kolaborasi nyanyi dengan hanya kebagian sebait dua bait saja. 

Untungnya si Mbak Agnes ini tidak putus asa dan terus berjuang hingga akhirnya berhasil 'Go International' beneran (jadi nominasi di MTVEMA 2011 dan duet dengan penyanyi brasil itu). 

Sebenarnya bukan maksud membahas panjang lebar tentang mbak Agnes ini, hanya saja analoginya mirip saja dengan proses mencari beasiswa ini, penuh perjuangan. Harus tes inilah, itulah, cari ini, itu, halahh... (Kata mama tak boleh berkeluh kesah)he.... 

Tapi yang terpenting mudah-mudahan ending pencarian ini juga sama dengan kisahnya si Mbak Agnes. Berhasil alias suksess. amiin. Seperti kata pepatah berakit-rakit dahulu berenang-renang kemudian.

Maka untuk pesan untuk diri saya sendiri contohlah si Mbak Agnes yang gigih dan fokus terhadap impiannya, niscaya semesta akan mendukung, dan keberhasilan akan tercapai..

PS: Mbak Agnes kenalan yuk!

Tuesday, 14 February 2012

Senanglah bermain kata berbolak balik ini
Agar maksud samar tersampaikan
Begitu malukah untuk jujur?
----------

Egois
Maaf bila saya hanya datang ketika hati mulai renggang dan butuh perekat instan
Maaf terkadang saya tersisa diam kala kamu mulai ingin berbagi terang
Gelap adalah selubung yang retak rentan
Namun begitu resah untuk lepas utuh
Seperti berteman lekat dengan cekat yang sulit lerai
Begitu gebu rasa ini untuk sembunyi
Sedang kamu mengira langitku begitu labil
Dan maklum untuk segala awan yang tak lagi cerah
Maaf
-----------

Tak tega untuk mengeluh
Sementara merdumu begitu syahdu mengalir
 -----------

Sunday, 12 February 2012

Virtual Exhibition

I dreamed to held a mini exhibition in my hometown, Aceh, a couple time a go. But time is going so fast, and I need to do another things now. So I postpone my dream. By the way I have finished making the  dream exhibition's catalog. I hope, even though you can't see my real exhibition, you can enjoy my painting through this  catalog. Enjoy. 


Biar bahasa ini menjadi debar dan kabur
setiap lafalnya menjadi lidah yang terpelintir
setiap bunyinya menjadi samar dan lebur
Susunannya menjadi baris yang hanya segelintir
----------

Dari seorang teman kakak:
Saya belajar agar senantiasa rendah hati
Sadar masih banyak di luar sana yang belum saya pahami
----------

Distraction
Dimana ada kamu saya akan berpayung
Mencari seteguk kilas untuk sekedar petikan jari
Berlupa akan alur yang restu
Bersembunyi dalam samar dan bebayang kabur
Menapak setapak yang dirangkai dari batu tanya
Tersandung dan terjengkal dengan tawa
Berdebu darah namun berpendirian dengan senyum
Walau perih tapi mari sembunyi ringis
Sementara alih adalah gua yang nyaman teranyam
Layaknya bicara tentang langit yang subur awan
Sedang hitam lumpur mulai tertelan
Pergi dan senyaplah semua kata dibalik batuk
Hilanglah semua tirai yang tutup
Lenggang remah hati yang telah penuh
Butuh kembali pada jalan yang lurus
Jalan orang-orang yang genap tenang luruh
------------

Alpa
Alpa karena kata telah menjual harga diri
Alpa karena tangan tak berani lagi mengadah
Alpa karena hujan telah menjadi rasa yang hambar
Penuh kosong dan hampa yang remuk redam
---------

Apakah kita perlu banyak tanya
Lebih baik mungkin diam saja
Taklah perlu semua gelisah ragu
Biarlah pahammu kau simpan dalam hatimu
dan tebakku menjadi bungkam rapat dalam pikirku
Sampai di suatu titik pahammu dan tebakku bertemu
berbicara dalam jari telunjuk yang didekatkan ke bibir
tanda senyap yang harus dipelihara
Sedihku telah lebur karena itu
Sedang gelagatmu seperti langit abu berawan
Menunggu tumpah menanti ruah
Aku dalam bab yang lain akan menjadi wadah yang telah penuh
Menanti khawatir luapan yang akan coba kita padu
Penuh tanya dan air mata yang tertunda untuk tergenang
Sebab gelagap begitu tergesa menyerang
Mengharap buncah yang tak mengerti akan jadi apa
Karenanya aku akan diam saja
----------

Dentang ini makin cepat
Menggemburkan tanya yang tertanam dalam
Menyuburkan semesta kelam
Apakah putih akan datang menjemput
Apakah ia lupa aku di mana
------------

Lalang manusia berlalu seperti lebah madu
Tentu mencari madu manis rindu
Berjuang bagai lebah pekerja yang menghamba
Bertaruh harga diri yang tegak julang
Berebut menuju langit yang cerlang tinggi
Gamang akan titik tuju, namun tetap titip peluru
Meluka dan meretas gesa
Bersiap perih tanpa ingin kalah
Dalam gelap dan terang berganti datang
Mencipta silau mata pada pagi siang dan petang
Sedang pekat adalah masa menguras kesedihan
Kering dan genap sudah perih redam
Sehingga pulang benar ingin pulang
Pulang pada topeng yang tersingkap
Dan jubah yang surut di lantai
Tak ada lagi tirai tak perlu lagi buai
Rindu telanjang
Penuh jujur kata dan hati