Sunday 23 February 2014

Talking About Dream

Akhir-akhir ini saya banyak mendengar orang-orang membahas tentang "impian", "mimpi", atau "cita-cita" dalam bahasa kerennya adalah "dream". Hal ini membuat saya bertanya pada diri saya, apa sebenarnya arti si "dream" ini dan membuat melihat ke dalam diri saya sendiri apakah saya punya "dream"? Bagaimana kalau tidak.

Berbicara mimpi pasti ada rencana. Plan. Coba dengar para motivator-motivator handal, pastinya mereka akan bilang bahwa untuk mencapai mimpi-mimpi besar, Anda punya perencanaan yang matang sejak awal. Atau jika kita pernah mendengar kisah-kisah sukses para pemuda 'ambisius' mereka pasti bilang sejak dulu saya sudah menyusun rencana hidup saya, umur sekian lulus kuliah, umur sekian mulai usaha, umur sekian nikah, umur sekian buka cabang, umur sekian berhenti bekerja dan menikmati pendapatan sambil beramal. Atau dalam versi lain pemuda-pemuda sukses ini bercerita bahwa mereka punya daftar check list impian mereka, dan sekarang hampir setengahnya sudah tercapai.

Well, dahulu saya sangat sinis den hal-hal semacam ini. Saya mengira saya bagian dari para hippies yang membiarkan hidup berjalan apa adanya. Whatever will be..will be... Tapi semakin tua, ketakutan akan ketidakpastian itu terus mengetuk pintu setiap malam dan terus bertanya tanya apa yang kira-kira terjadi terjadi pada esok hari. Kalau dalam lagu Que Sera, alurnya terbalik si Ibu menjawab dulu, kemudian anaknya bertanya?

"Que Serra....Serra.. What ever will be..will be..." (Oh really?)

Will I be handsome?will I be rich?

Lagu ini menjadi sangat representatif apalagi setelah banyak iklan asuransi kesehatan dan anti rokok menggunakan lagu ini untuk mengilustrasikan kontradiksi isi lagu.Seperti iklan ini dan ini 
........

Beberapa waktu lalu saya bertanya pada diri saya sendiri benarkah saya tidak punya mimpi atau rencana masa depan? Apakah semua begitu abu-abu di depan sana? Benarkah? Lalu saya coba jujur pada diri saya. Ternyata saya punya beberapa, namun selama ini saya takut mengungkapkannya karena saya takut mimpi saya tidak seperti harapan semua orang. Mimpi saya adalah punya sekolah yang keren untuk anak-anak. Menjadi guru yang keren yang bisa mengajar apa saja, seni, alam, dan sebagainya. Secara jujur saya bilang mimpi saya bukan menjadi seorang arsitek lanskap.

Lalu permasalahnnya menjadi rumit ketika saya membicarakan hal ini dengan kakak. Ia bilang tidak ada yang salah dengan mimpi itu, dan saya juga tidak bisa egois menyalahkan harapan orang-orang untuk ketidakberanian saya membuat keputusan untuk mengejar mimpi dan mewujudkannya. Mungkin ia benar. Karena setelah itu saya tak punya senjata ampuh untuk mendebatnya. Ia bilang saya sekarang seharusnya yang harus direncanakan adalah hal-hal yang sederhana, dimana lokasi sekolah itu nantinya? bagaimana mendapatkan dananya? bagaimana kurikulumnya? Itulah yang seharusnya berada dalam check list pemuda sukses. Ha...

Apakah saya menjadi semangat setelah itu? mungkin.. walau saya harus akui menjadi penakut lebih mudah karena bisa membangun berbagai macam excuse menyalahkan orang lain karena ketikberanian mengambil keputusan. Atau jalan yang paling aman adalah menyerahkan semuanya pada Tuhan, karena adapula cerita orang sukses yang berkata " Endak tahu mengapa, saya seperti ditunjukkan oleh Tuhan jalan yang harus saya ambil" tapi memang term and condition applied on this case "harus menjadi manusia yang taat". Entahlah.....

No comments:

Post a Comment