Friday, 22 April 2011

Another poems and story

Enjoy: This is my random thoughts that formed in poems and stories

Kuajarkan kau menyanyi, memetik dawai pita suaramu
Lalu kau pergi dengan lelaki bergitar usang itu
Berkelana entah kemana
Kuajarkan kau menari, melenturkan segala tungkaimu
Lalu kau hilang bersama lelaki penjual aksi itu
Berpentas ria mencipta bahagia
Kuajarkan kau menggaris lurus dan lengkung
Lalu kau candukan lelaki pencampur warna itu
Berdiam diri bersamanya dengan ribuan kertas, kuas, dan kaleng cat
Kuajarkan kau untuk sabar berdiam tanpa belajar
Lalu kau terbang dengan sang guru berkacamata itu
Menenggak jutaan keindahan yang tak bisa kuajarkan.

Berdiri di sini membuatku beku dan retak
Lima menit lagi aku lunglai dan angin akan menerbangkanku bersama daun kering
Sepuluh menit lagi aku akan hilang dalam tempat tak bernama
Dua puluh menit lagi aku akan meringkuk bersama debu dan langit yang gelap
Satu jam lagi aku akan kuyup oleh lelehan salju yang enggan bungkam
Dan ketika kau datang aku tak berwujud bentuk


Apakah kita akan terdampar
Dalam rayap sepi yang gelap
Dalam ratap perih yang gelagap
Mungkin kita akan mengurai lagi
Setiap pintal kerikuhan yang tak terucap
Dan gerak laku yang tercekat
Percayalah semua akan baik tertata
Langit akan biru gemerlap
Bunga-bunga akan mekar merekah
Dan  setiap sulur daun akan saling merengkuh
Tak pentinglah segala sakit yang tercipta
Tanpa makna dan tanpa rasa
Hanya segelintir perasaan yang terperangkap
Tenang saja maka semua akan hinggap dan terbang kembali


 Maka aku akan tinggal di sini
Bercerita banyak tentang aliran sungai dan tanah yang tak lagi ditumbuhi pepohonan
Tentang diri yang tak lagi percaya
Tentang pengkhiatan
Tentang kebohongan
Keangkuhan sebuah kebohongan
Dan rasa yang tercipta dari beribu jiwa kecewa
Aku akan tetap tinggal di sini
Hingga langit kembali hujan
Dan mengisi setiap jeluk tanah
Tak ada cerita banjir atau kering-kerontang
Tak ada cerita mati di tengah bumi yang kaya
Tenanglah aku tetap akan di sini
Meminta sebuah doa


Apakah kita akan berhasil?
Mungkin lain waktu
Mungkin bukan kali ini
Mungkin tidak dalam cerita ini
Apakah ada yang lebih baik dari penawaran yang penuh dengan kata mungkin
Agaknya ada
Agaknya tidak
Semua adalah probabilitas


Bersisian kita pada sebuah kereta cepat menuju surga
Seperti biasa, di tengah perjalan sejumlah orang dengan seragam dan dipimpin seorang kondektur
Datang memeriksa tiket-tiket kita
Di depanku kulihat ada bapak tua yang berpura-pura tidur
Matanya mencuri lirik sesekali memastikan  jarak yang tersisa antaranya dan pemeriksa tiket
Sedang kau coba meraih tas dan merogoh tiketmu
Aku santai karena yakin tiketku tersemat manis dalam sakuku
Kau kelihatan agak panik ketika itu 
Sedangku tetap sibuk memastikan si bapak tua
Kau makin panik, kulihat dari gaduh yang kau cipta ketika merogoh tasmu
Bahkan beberapa benda jatuh ke lantai dan berhasil mencuri perhatian banyak orang
Aku bertanya kenapa, kau menjawab karena
Tiketmu, yang kau yakin berada dalam tas, tak berhasil kautemukan sedang para pemeriksa tiket sudah begitu dekat
Sementara, hanya dua orang yang tersisa dari tempat kita bersisian
Coba periksa lagi pasti ada, berharap kataku menjadi mantra yang menentramkan
Kau sibuk merogoh lagi tasmu untuk kedua kali
Dalam selibas mata kulihat sang bapak tua yang pura-pura tidur juga memperhatikan kita, lalu merapatkan matanya lagi ketika sadar aku sadar perilakunya
Leganya saat kau teriak ini dia dan pemeriksa tiket berada dihadapanmu
Akhirnya kau menemukannya
Sementara itu aku mulai merogoh kantongku untuk mengambil tiketku
Tiketnya bung?
Ada perasaan aneh dalam beberapa detik setelah itu
Aku tak menemukan tiket yang yakin kusemat di dalam saku
Aku gelagapan dan mulai merogoh saku sekali lagi
Tetap tak ada
Aku berdiri dan mencoba menemukannya dalam saku celana
Detik serasa menerkam, panik menjalar, semua orang melirik
Dan kau berkata: coba di dompet
Aku tahu tak mungkin, tapi coba pula saranmu
Tak kutemukan
Satu kali lagi kuperiksa
Tak ada. Dimanakah tiketku menuju surga
Tiketnya Bung?
Pemeriksa tiket mulai tak sabar dan memanggil sang kondektur
Aku lemas, kau bingung berkata apa, bapak tua itu melirik lagi
Agaknya semua pemeriksa karcis kini berkumpul di depanku ditambah seorang kondektur yang bertubuh tegap gempita
Maaf! Anda tak bisa melanjutkan perjalanan ini, seraya memintaku berdiri dan menuju pintu keluar
Ketika rem diinjak maka aku dipaksa keluar
Dan seketika kereta meluncur kembali
Sekelebat ku melihat kau melihatku dengan khawatir dan kecewa
Dan sang bapak tua yang tersenyum sinis sambil melambai-lambaikan sebuah tiket
Seketika aku sendiri membayangkan kau dan bapak tua itu
Menyesal atas diriku dan surga yang tinggal mimpi



4 comments:

  1. tampak ada yang berbeda dari puisimu sebelum2nya.. nice Titouuuuu (=

    kupikir puisi yg terkahir akan sangat liar, ternyata kurang liar Tou :p

    ReplyDelete
  2. Nduut, cieeeeeeeee lagi mellow sangat :)

    ReplyDelete
  3. hihi,, ternyata toutouchan panggilannya endut ya kak sari?

    tou semakin lamo kau semakin melouw,,tiap lariknya ada tanemannya boouw.hehe
    semangat terus tou, menulis, berkebun, dan berusaha+doa. :D

    ReplyDelete
  4. Iya pram, panggilan sayang he..he.. bukan doa :)

    ReplyDelete